Minggu, 13 Maret 2016

Tugas Sejarah Menganalisis Sekitar Proklamasi oleh kelompok 4

Menganalisis Sambutan Rakyat Indonesia Setelah Mendengar Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945





Kemerdekaan yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 ternyata mendapat sambutan yang luar biasa di berbagai daerah, baik di Jawa maupun luar Jawa. Berikut ini dukungan terhadap pembentukan Negara Republik Indonesia.
a.    Di Sulawesi Selatan, Raja Bone (Arumpone) La Mappanjuki, yang masih tetap ingat akan pertempuran-pertempuran melawan Belanda pada awal abad XX, menyatakan dukungannya terhadap Negara Kesatuan dan Pemerintahan Republik Indonesia. Mayoritas raja-raja suku Makasar dan Bugis mengikuti jejak Raja Bone mengakui kekuasaan Dr. Sam Ratulangie yang ditunjuk pemerintah sebagai Gubernur Republik di Sulawesi.
b.    Raja-raja Bali juga mengakui kekuasaan Republik.
c.    Empat raja di Jawa Tengah (Mangkunegaran, Kasunanan Surakarta, Kasultanan, dan Paku Alaman Yogyakarta) menyatakan dukungan mereka kepada Republik Indonesia pada awal September 1945.
Dukungan yang sangat penting ditunjukkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dari Kasultanan Yogyakarta yang nampak dalam pernyataannya tanggal 5 September 1945. Dalam pernyataan tersebut Sri Sultan Hamengku Buwono IX menegaskan bahwa Negeri Ngayogyokarto Hadiningrat yang bersifat kerajaan sebagai Daerah Istimewa dalam Negara Republik Indonesia. Pernyataan tersebut merupakan suatu keputusan yang cukup berani dan bijak di dalam negara kerajaan yang berdaulat.
I.    Sulawesi Selatan
Pada tanggal 19 Agustus 1945, rombongan Dr. Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi, mendarat di Sapiria, Bulukumba. Setelah sampai di Ujungpandang, gubernur segera membentuk pemerintahan daerah. Mr. Andi Zainal Abidin diangkat sebagai Sekretaris Daerah. Tindakan gubernur oleh para pemuda dianggap terlalu berhatihati, kemudian para pemuda mengorganisasi diri dan merencanakan merebut gedung-gedung vital seperti studio radio dan tangsi polisi. Kelompok pemuda tersebut terdiri dari kelompok Barisan Berani Mati (Bo-ei Taishin), bekas kaigun heiho dan pelajar SMP. Pada tanggal 28 Oktober 1945 mereka bergerak menuju sasaran. Akibat peristiwa tersebut, pasukan Australia yang telah ada bergerak dan melucuti mereka. Sejak peristiwa tersebut gerakan pemuda dipindahkan dari Ujungpandang ke Polombangkeng
II.    Di Bali
Para pemuda Bali telah membentuk berbagai organisasi pemuda, seperti AMI, Pemuda Republik Indonesia (PRI) pada akhir Agustus 1945. Mereka berusaha untuk menegakkan Republik Indonesia melalui perundingan tetapi mendapat hambatan dari pasukan Jepang. Pada tanggal 13 Desember 1945 mereka melakukan gerakan serentak untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang, meskipun gerakan ini gagal.
III.    Gorontalo
Pada tanggal 13 September 1945 di Gorontalo terjadi perebutan senjata terhadap markas-markas Jepang. Kedaulatan Republik Indonesia berhasil ditegakkan dan para pemimpin Republik menolak ajakan untuk berunding dengan pasukan pendudukan Australia.
IV.    Rapat Raksasa di Lapangan Ikada
Rapat Raksasa dilaksanakan di Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) tanggal 19 September 1945. Sekitar 200.000 orang hadir dalam pertemuan tersebut. Pada peristiwa ini, kekuatan Jepang, termasuk tank-tank, berjaga-jaga dengan mengelilingi rapat umum tersebut. Rapat Ikada dihadiri oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta serta sejumlah menteri. Untuk menghindari terjadinya pertumpahan darah, Presiden Soekarno menyampaikan pidato yang intinya berisi permintaan agar rakyat memberi kepercayaan dan dukungan kepada pemerintah RI, mematuhi perintahnya dan tunduk kepada disiplin. Setelah itu Presiden Soekarno meminta rakyat yang hadir bubar dan tenang.
V.    Terjadinya Insiden Bendera di Hotel
Insiden ini terjadi pada tanggal 19 September 1945, ketika orang-orang Belanda bekas tawanan Jepang menduduki Hotel Yamato, dengan dibantu segerombolan pasukan Serikat. Orang-orang Belanda tersebut mengibarkan bendera mereka di puncak Hotel Yamato. Hal tersebut memancing kemarahan para pemuda. Hotel tersebut diserbu para pemuda, setelah permintaan Residen Sudirman untuk menurunkan bendera Belanda ditolak penghuni hotel. Bentrokan tidak dapat dihindarkan. Beberapa pemuda berhasil memanjat atap hotel serta menurunkan bendera Belanda yang berkibar di atasnya. Mereka merobek warna birunya dan mengibarkan kembali sebagai Merah Putih.
VI.    Di Yogyakarta
Di Yogyakarta perebutan kekuasaan secara serentak dimulai tanggal 26 September 1945. Sejak pukul 10 pagi semua pegawai instansi pemerintah dan perusahaan yang dikuasai Jepang melaksanakan aksi mogok. Mereka memaksa agar orang-orang Jepang menyerahkan aset dan kantornya kepada orang Indonesia. Tanggal 27 September 1945 Komite Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta mengumumkan bahwa kekuasaan di daerah tersebut telah berada di tangan Pemerintah Republik Indonesia. Pada hari itu juga di Yogyakarta diterbitkan surat kabar Kedaulatan Rakyat.
VII.    Sumatra Selatan
Dukungan dan perebutan kekuasaan terjadi di Sumatra Selatan pada tanggal 8 Oktober 1945, ketika Residen Sumatra Selatan dr. A.K. Gani bersama seluruh pegawai Gunseibu dalam suatu upacara menaikkan bendera Merah Putih. Setelah upacara selesai, para pegawai kembali ke kantornya masing-masing. Pada hari itu juga diumumkan bahwa di seluruh Karesidenan Palembang hanya ada satu kekuasaan yakni kekuasaan Republik Indonesia. Perebutan kekuasaan di Palembang berlangsung tanpa insiden, sebab orang-orang Jepang telah menghindar ketika terjadi demonstrasi.
VIII.    Pertempuran Lima Hari di Semarang
Peristiwa ini terjadi di Semarang pada tanggal 15 – 20 Oktober 1945. Peristiwa itu berawal ketika 400 orang veteran AL Jepang yang akan dipekerjakan untuk mengubah pabrik gula Cepiring menjadi pabrik senjata memberontak ketika akan dipindahkan ke Semarang. Tawanan-tawanan tersebut menyerang polisi Indonesia yang mengawal mereka. Situasi bertambah hangat dengan meluasnya desas-desus bahwa cadangan air minum di desa Candi telah diracuni. Dr. Karyadi yang meneliti cadangan air minum tersebut meninggal ditembak oleh Jepang. Pertempuran mulai pecah dini hari tanggal 15 Oktober 1945 di Simpang Lima. Pertempuran berlangsung lima hari dan baru berhenti setelah pimpinan TKR berunding dengan pimpinan pasukan Jepang. Usaha perdamaian dipercepat dengan mendaratnya pasukan Sekutu di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945 yang kemudian menawan dan melucuti senjata tentara Jepang. Untuk mengenang keberanian para pemuda Semarang dalam pertempuran tersebut, maka dibangunlah Tugu Muda yang terletak di kawasan Simpang Lima, Semarang.
IX.    Di Bandung
Pertempuran diawali dengan usaha para pemuda untuk merebut pangkalan Udara Andir dan pabrik senjata bekas ACW (Artillerie Constructie Winkel, sekarang Pindad). Usaha tersebut berlangsung sampai datangnya pasukan Sekutu di Bandung tanggal 17 Oktober 1945.
X.    Kalimantan
Di beberapa kota di Kalimantan mulai timbul gerakan yang mendukung proklamasi. Akibatnya tentara Australia yang sudah mendarat atas nama Sekutu mengeluarkan ultimatum melarang semua aktivitas politik, seperti demonstrasi dan mengibarkan bendera Merah Putih, memakai lencana Merah Putih dan mengadakan rapat. Namun kaum nasionalis tidak menghiraukannya. Di Balikpapan tanggal 14 November 1945, tidak kurang 8.000 orang berkumpul di depan komplek NICA sambil membawa bendera Merah Putih.
XI.    Sulawesi Utara
Usaha menegakkan kedaulatan di Sulawesi Utara tidak padam, meskipun tentara NICA telah menguasai wilayah tersebut. Pada tanggal 14 Februari 1946, para pemuda Indonesia anggota KNIL tergabung dalam Pasukan Pemuda Indonesia (PPI) mengadakan gerakan di Tangsi Putih dan Tangsi Hitam di Teling, Manado. Mereka membebaskan tawanan yang mendukung Republik Indonesia antara lain Taulu, Wuisan, Sumanti, G.A. Maengkom, Kusno Dhanupojo, dan G.E. Duhan. Di sisi lain mereka juga menahan Komandan Garnisun Manado dan semua pasukan Belanda di Teling dan penjara Manado. Dengan diawali peristiwa tersebut para pemuda menguasai markas Belanda di Tomohon dan Tondano. Berita tentang perebutan kekuasaan tersebut dikirim ke pemerintah pusat yang saat itu di Yogyakarta dan mengeluarkan Maklumat No. 1 yang ditandatangani oleh Ch.Ch. Taulu. Pemerintah sipil dibentuk tanggal 16 Februari 1946 dan sebagai residen dipilih B.W. Lapian.
Dapat diambil kesimpulan bahwa dalam menyambut proklamasi sebagai berikut :
1. Mula-mula rakyat tidak percaya berita proklamasi tersebut.
2. Luapan kegembiraan rakyat menyambut proklamasi.
3. Mengadakan rapat raksasa.
4. Para pemuda membentuk angkatan muda Indonesia.
5. Upaya pengambilalihan kekuasaan dari Jepang.
6. Upaya merebut gedung kantor pemerintahan.
7. Tekad mempertahankan kemerdekaan.
Sumber :
1.    https://history1978.wordpress.com/2011/07/24/peristiwa-sekitar-proklamasi-dan-pembentukan-negara-kesatuan-republik-indonesia-menyambut-66-tahun-indonesia-merdeka/
2.    http://historimaos.blogspot.co.id/2010/10/lks-sejarah-xii-ips_20.html

Mendeskripsikan Sambutan Masyarakat Boyolali Setelah Mendengar Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Melakukan serangan pembalasan diseluruh pangkalan Jepang. Kerena posisi makin tersedak, maka Jepang bersiap - siap membuat pertahanan terakhir dan membuat persembunyian di daerah - daerah jika sewaktu - waktu sekutu berhasil menguasainya.
Pada situasi itu Boyolali dijadikan tempat pertahanan dan perlindungan, bahkan mungkin untuk seluruh Karesidenan Surakarta dipusatkan di Boyolali. Tempat – tempat pertahanan maupun persembunyian itu antara lain :
a.    Daerah Kecamatan Musuk : Tampir, Gares, Sukorame,. Tempat ini digunakan untuk menyimpan bahan makanan dan bermacam – macam kebutuhan harian.
b.    Kecamatan Cepaga, dibuat goa – goa yang dapat membuat beribu – ribu orang. Gua itu terletak di lereng gunung Merapi bagian Timur.
c.    Kecamatan Nogosari : Glonggong, Gunung Madu terdapat gua – gua untuk menyimpan senjata.
d.    Bangak, Kecamatan Banyudono, terdapat gudang mesin
e.    Bulu, Simo, Wonosegoro, juga dibuat gua – gua untuk persiapan gerilya, serta di Teras dibuat persiapan lapangan terbang. (Sarjono,11-10-1981;Mandani 16-10-1981).
Dalam membuat pertahanan, Jepang menggunakan tenaga rakyat secara paksa dibawah todongan senjata tentara Jepang. Mereka hanya diberi makan sehari sekali dengan setengah panci grontol jagung ( Soewarso, 1976 : 27). Oleh karena itu tidak mengherankn apabila beratus-ratus rakyat meninggal dunia dalam melakukan kerja paksa tersebut. Tidak mengherankan pula kalau kejadian tersebut menimbulkan rasa dendam yang membara dihati rakyat, yang pada suatu saat bisa meledak menjadi satu perlawanan terhadap kekuasaan pendudukan tentara Jepang. Dalam hal ini peranan pemuda memegang peranan penting di dalam perebutan kekuasaan di daerah Boyolali.
Berita tentang persiapan Proklamasi Kemerdekaan telah dapat diketahui oleh para tokoh pemuda Boyolali, utusan pemuda Markas Besar Barisan Pelopor jakarta, yaitu Supeno, tanggal 16 Agustus 1945. Jadi sehari sebelum Proklamasi dicetuskan (Mandani, 16-10-1981; Harbuntalib, catatan pribadi, 17-10-1974). Menyambut adanya berita proklamasi dari Jakarta, para pemuda Barisan Pelopor dan Poetra Boyolali berkumpul di rumah Mandani untuk menyusun rencana kerja yang akan dilakukan.
Berita proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 diterima terlambat oleh daerah, karena alat-alat perhubungan pada masa itu sulit dan mendapatkan rintangan dari pemerintah Jepang. Di Boyolali karena sebelumnya telah mendapatkan berita, maka pada 17 Agustus 1945 para pemuda dengan radio yang disimpan secara rahasia di Barisan Pelopor, dapat mengikuti Proklamasi Kemerdekaan di Jakarta ( Mandani, 16-10-1981).
Markas Cabang Barisan Pelopor di Boyolali berpusat dirumah Amongwardoyo, jalan Merbabu Boyolali. Dengan radio gelap itulah para anggota Barisan Pelopor mengetahui pidato Bung Karno tentang proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Berita itu segera disiarkan dengan bantuan dari Angkatan Muda Indonesia (AMI). Pada tanggal 19 Agustus 1945 ada seorang pemuda dari Solo bernama Indromarjoko, memberikan plakat-plakat tentang kemerdekaan dan Lencana Merah Putih untuk ditempelkan pada dinding gedung-gedung di tepi jalan. Dengan tindakan demikian berarti memberikan penerangan kepada masyarakat tentang telah adanya proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Disamping itu para pemuda secara sepontan mengibarkan bendera merah putih yang pertama kali di halaman kantor kabupaten, setelah didahului dengan penurun bendera Jepang. Pengibar benderanya : Mandani dan Amongwardoyo dengan disaksikan oleh RNg.Swonopranoto, Harbuntalib, Soebagiyo, Sutrisno, Kunto Sudarsono, dan beberapa orang yang lain ( Wardoyo, 26-10-1981; Mandani, 16-10-1981; Sutrisno 23-01-1982)
Pada sore harinya bendera diturunkan oleh bipati Boyolali RT Reksonagoro. Bahkan karena adanya ultimatum dari bupati tersebut maka pengibran bendera merah putih dipindahkan kesebelah selatan Benteng Renovatum, yang sekarang bernama lapangan Olahraga Kridanggo. Piket penjagaan bendera diadakan dan diatur secara terus menerus bergiliran. Dengan adanya larangan pengibaran bendera tersebut kiranya justru merupakan cambuk tumbuhnya semangat nasional merebut pemerintahan dari tangan Jepang ( Sastosuroso, 16-02-1982)
Hal tersebut terbukti, karena tidak lama kemudian terjadi peristiwa “Penyerobotan Kekuasaan“ dari tangan Bupati RT Reksonagoro oleh para pemuda. Memang pelaksanaan menegakkan pemerintahan Republik di daerah Boyolali yang dialkukan oleh para pemuda menghadapi dua hal yang harus segera diatasi, yaitu : pengambilan alihan kekuasaan dari pemerintah Pangreh Praja kasunanan dan pemindahan kekuasaan dari tangan Jepang.






Mengidentifikasi Proses Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Sejak Proklamasi Hingga Akhir 1945

Proses Terbentuknya Negara Dan Pemerintah Republik Indonesia
Pada saat mengakiri pidato dalam rangka pembacaan teks proklamsi tanggal 17 Agustus 1945 itu, Bung Karno berkata “Kita sekarang telah merdeka. Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusun negara kita! Negara merdeka, negara republik Indonesia merdeka, kekal dan abadi. Insya  Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu”. Beberapa saat setelah proklamasi, rakyat bergerak tanpa dikomando untuk menasionalisasi seluruh aset-aset tentara pendudukan Jepang. Para pemimpin melakukan konsulidasi untuk menata sistem kenegaraan sistem demokrasi, monarki dan lain-lain.
Sehari setelah proklamasi, PPKI mengadakan sidangnya pada tanggal 18 Agustus 1945, meskipun mendapat kritikan dari golongan muda seperti Sukarni, Chairul Saleh dan Wikana. Sidang dipimpin langsung oleh Ir. Sukarno. Tidak lebih dari dua jam, sidang menyepakati beberapa keputusan terhadap rancangan Pembukaan dan undang-undang dasar yang telah disiapkan BPUPKI, yaitu :
Pembahasan PPKI
a.    Bab III Pasal 4 Presiden harus beragama Islam, mengingat sebagian besar rakyat beragama IslamPresiden diganti menjadi presiden ialah orang Indonesia asli
b.    Jumlah wakil presiden ditetapkan dua orangdirevisi menjadi Jumlah wakil presiden ditetapkan satu orang saja
c.    Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan, direvisi menjadi Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan menurut undang-undang dasar
d.    Negara berdasar atas ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, direvisi menjadi Negara berdasar atas ketuhanan Yang Maha Islam
Dengan beberapa revisi tersebut, rancangan pembukaan dan undang-undang dasar disahkan oleh PPKI sebagai Undang-Undang Dasar RI 1945.
PPKI mengadakan pemilihan presiden dan wakil presiden. Sebelum acara pemilihan, Bung Karno selaku ketua sidang mengusulkan agar pasal 3 dalam aturan peralihan bisa disahkan terlebih dahulu. Pasal itu antara lain berbunyi : Untuk pertama kali presiden dan wakil presiden dipilih oleh PPKI. Setelah disepakati, Otto Iskandardinata mengajukan usul agar pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan secar aklamsi, sedangkan calon yang ia usulkan adalah Bung Karno sebagai presiden dan Bung Hatta sebagai wakil presiden. Tanpa adanya kesulitan semua peserta sidang secara aklamsi bisa menerimanya. Demikian setelah menetapkan Mukadimah dan UUD 1945, PPKI menetapkan Ir. Sukarno sebagai presiden dan Drs. Muh. Hatta sebagai wakil presiden.
Sebelum menutup sidang PPKI Bung Karno menunjuk sembilan orang sebagai Panitia Kecil yang harus menyusun rencana mengenai masalah-masalah yang sangat mendesak seperti pembagian wilayah negara, kepolisian, tentara kebangsaan, dan perekonomian. Sidang tanggal 19 Agustus 1945 PPKI berhasil membentuk alat kelengkapan negara dan pemerintah
Keputusan sidang PPKI tanggal 19 Agustus 1945:
1.    Untuk sementara waktu daerah negara Indonesia dibagi dalam delapan propinsi yang masing-masing dikepalai oleh seorang gubenur. Provinsi-provinsi tersebut :

a.    Jawa Barat
b.    Jawa Tengah
c.    Jawa Timur
d.    Sumatra
e.    Borneo (Kalimantan)
f.    Sulawesi
g.    Maluku
h.    Sunda Kecil (Nusa Tenggara)

2.    Daerah propinsi dibagi dalam karesidenan yang dikepalai oleh seorang residen. Gubenur dan residen dibantu oleh Komite Nasional daerah.
3.    Pemerintah Republik Indonesia akan dibagi dalam dua belas departemen (kementrian), yaitu :
a.    Departemen Dalam Negeri
b.    Departemen Luar Negeri
c.    Departemen Kehakiman
d.    Departemen Keuangan
e.    Departemen Kesehatan
f.    Departemen Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan
g.    Departemen Sosial
h.    Departemen Pertahanan
i.    Departemen Penerangan
j.    Departemen Perhubungan
k.    Departemen Pekerjaan Umum.

4.    Mengenai Pertahanan :
a.    PETA di Jawa dan Bali serta Laskar Rakyat di Sumatera dibubarkan
b.    Aktivitas prajurit Heiho dihentikan
c.    Tentara Kebangsaan Indonesia supaya segera dibentuk oleh presiden.
Setelah menyelewsaikan persidangan, pada malam harinya presiden dan wakil presiden berdiskusi dengan beberapa tokoh perjuangan antara lain : Mr. Sartono, Suwiryo, Otto Iskandadinata, Sukardjo Wirjopranoto, dr. Buntaran, Mr. A.G. Pringgodigdo, Sutardjo Kartohadikusumo, dan dr. Tajuludin untuk membahas keanggotaan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Hasil pembahasan dibawa ke sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945. Dalam sidang berhasil ditetapkan  :
1.    Pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dengan kepengurusan:
Mr. Kasman Singodimedjo (ketua), Sutardjo Kartohadikusumo (wakil ketua I), Mr. Latuharhary (wakil ketua II), dan Adam Malik (wakil ketua III), serta
2.    Penetapan Partai Nasional.
Sidang pertama tanggal 29 Agustus 1945 KNIP mengeluarkan Mosi Rakyat antara lain :
•    Bangsa Indonesia menuntut pengakuan kemerdekaan dari seluruh dunia dengan terlaksananya negara Republik Indonesia sekarang ini, sebagai salah satu syarat bagi perdamaian internasional
•    Maklumat tentang kewajiban rakyat Indonesia untuk serentak mendukung pemerintah negara Republik Indonesia merdeka, dengan mencurahkan segenap pikiran, tenaga, harta benda, dan jiwa raga bagi keselamatan serta kemakmuran bangsa Indonesia.
Tanggal 2 September 1945 Presiden Ir. Soekarno mengumumkan pembentukan kabinet Republik Indonesia pertama. sesua dengan UUD 1945 maka kabinet itu dipimpin oleh presiden. Anggota kabinetnya antara lain :
1.    RAA Wiranata Kusumah (Mendagri),
2.    Mr. Ahmad Subardjo (Menlu),
3.    Mr. AAMaramis (Menkeu),
4.    Mr Dr Soepomo (Menkeh),
5.    Ir Surachman Tjokroadisuryo (Menteri Kemakmuran),
6.    Suprijadi (Menteri Keamanan Rakyat),
7.    Dr. Buntaran Martoatmadjo (Menkes),
8.    Ki Hajar Dewantoro (Menteri pengajaran),
9.    Mr Amir Syarifuddin (Menpen),
10.    Mr. Iwa Kusumasumantri (Mensos),
11.    Abikusno Tjokrosujoso (Men PU dan Menhub ad interim).
Selain itu presiden Ir Soekarno juga mengangkat empat menteri negara yaitu :
1.    Wachid Hasjim,
2.    Dr. M Amir,
3.    Mr. RM Sartono, dan
4.    R Otto Iskandadinata,
serta empat pejabat negara lainnya, yaitu :
1.    Mr. Dr Kusumah Atmadja (Ketua MA),
2.    Mr Gatot Tarunamihardja (Jaksa Agung),
3.    Mr AG Pringgodigdo (Mensegneg), dan
4.    Sukardjo Wirjopranoto (Juru Bicara Negara).
Tanggal 5 Oktober 1945 Ir Soekarno mengenguarkan maklumat, yang isinya :
“Untuk memperkuat perasaan keamanan umum, maka diadakan satu Tentara Keamanan Rakyat (TKR)“.
Semula yang diangkat sebagai pimpinan tertinggi TKR adalah Supriyadi. Namun tokoh PETA yang melakukan pemberontakan di Blitar tahun 1944 tidak pernah muncul, maka dalam rapat komandan-komandan devisi seluruh Indonesia tanggal 12 Nopember 1945 di Yogyakarta, terpilihlah Sudirman (Kepala Divisi IV yang berkedudukan di Purwokerto). Maka mulai tanggal 18 Desember 1945 Jenderal Sudirman bertindak sebagai Panglima Besar TKR, Letnan Jenderal Urip Sumohardjo sebagai Kepala Staf Umum TKR, dengan 10 Divisi TKR di Jawa dan 6 Devisi TKR di Sumatra.
Dukungan Daerah terhadap Pembentukan Negara dan Pemerintah Republik Indonesia.
Sehari setelah proklamasi kemerdekaan dibacakan, yaitu tanggal 18 Agustus 1945 keluarlah dua maklumat penting, yaitu :
1.    Berasal dari presiden dan wakil presiden yang antara lain berisi permintaan agar rakyat Indonesia dari segenap lapisan tinggal tentram, tenang, siap sedia, dan memegang teguh kedisiplinan.
2.    Dari Komite Nasional Indonesia yang berisi agar rakyat menjaga nama dan kehormatan bangsa dengan menjauhkan segala pikiran dan perbuatan yang jahat-jahat dengan memegang teguh ketentraman umum.
Sumber :
1.    http://dchristianronald.blogspot.co.id/2013/02/perestiwa-perestiwa-sekitar-proklamasi.html
2.    https://jagoips.wordpress.com/2013/01/08/peristiwa-sekitar-proklamasi-sampai-terbentuknya-nkri/

 Disusun Oleh:
1.    Febriyanti        (10)
2.    Galih Tama Ramadhani    (11)
3.    Gradia Optisela        (12)

0 komentar:

Posting Komentar