1. Sambutan rakyat Indonesia setelah mendengar proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Rakyat di daerah-daerah mulanya tidak percaya bahwa Indonesia telah merdeka. Namun, setelah yakin akan kebenaran berita itu, luapan kegembiraan muncul di mana-mana. Di Jawa Tengah berita Proklamasi diterima melalui radio Domei Sementara. Oleh Syarief Sulaiman dan M.S. Mintarjo berita tersebut dibawa ke gedung Hokokai yang saat itu sedang dilaksanakan sidang di bawah pimpinan Mr. Wongso Negoro. Setelah copy teks Proklamasi dibacakan, para peserta sidang bertepuk tangan penuh gembira, kemudian secara serentak mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Berita Proklamasi kemudian disiarkan lewat radio Semarang. Masyarakat Jawa Tengah dengan cepat dapat menerima berita tersebut. Kemudian, pada tanggal 19 Agustus 1945, diadakan rapat raksasa untuk menguatkan pengumuman pengambilan kekuasaan di Semarang. Setelah itu, di daerah Brebes, Pekalongan, dan Tegal terjadi pemberontakan. Rakyat di tiga daerah tersebut menyerang para pamong praja dan pegawai pemerintah yang dianggap sebagai penyebab kesengsaraan rakyat.
Di daerah-daerah luar Jawa berita Proklamasi terlambat diterima oleh rakyat. Hal ini disebabkan karena sarana komunikasi yang cukup sulit. Di Medan, berita Proklamasi dibawa oleh Teuku Moh. Hasan yang diangkat sebagai gubernur daerah Sumatera. Mendengar berita ini, kemudian dipelopori oleh Achmad Tahir dibentuk Barisan Pemuda Indonesia. Pada tanggal 4 Oktober, mereka berusaha mengambil alih gedung-gedung pemerintahan dan merebut senjata dari tangan Jepang.
Di daerah-daerah lain pun melakukan penyambutan yang tidak jauh berbeda, yakni sebagai berikut:
a. Mula-mula rakyat tidak percaya terhadap adanya berita Proklamasi.
b. Luapan kegembiraan rakyat menyambut kemerdekaan Indonesia.
c. Mengadakan rapat-rapat raksasa.
d. Para pemuda membentuk angkatan muda Indonesia.
e. Upaya pengambilalihan kekuasaan dari tangan Jepang.
f. Upaya merebut gedung-gedung dan kantor pemerintahan.
g. Merebut persenjataan dari tangan Jepang.
h. Tekad untuk tetap mempertahankan kemerdekaan.
1. Tindakan heroik di Surabaya
Para pemuda yang tergabung dalam BKR berhasil merebut kompleks penyimpanan senjata Jepang dan pemancar radio di Embong, Malang. Selain itu terjadi insiden bendera di Hotel Yamato, Tunjungan Surabaya. Insiden itu terjadi ketika beberapa orang Belanda mengibarkan bendera merah putih biru di atap hotel. Tindakan tersebut menimbulkan kemarahan rakyat. Rakyat kemudian menyerbu hotel, menurunkan, dan merobek warna biru bendera itu untuk dikibarkan kembali. Insiden ini terjadi pada tanggal 19 September 1945.
2. Tindakan heroik di Semarang
Pada tanggal 14 Oktober 1945 para pemuda bermaksud memindahkan 400 orang tawanan Jepang (Veteran Angkatan Laut) dari pabrik gula cepiring menuju penjara bulu di Semarang. Akan tetapi, ditengah perjalanan para tawanan itu melarikan diri dan bergabung dengan kidobutai di Jatingaleh (Batalyon Setempat Dibawah Pimpinan Mayor Kido).
Situasi bertambah panas dengan desas desus bahwa Jepang telah meracuni cadangan air minum penduduk Semarang yang ada di Candi. Untuk membuktikan kebenaran desas desus tersebut, dr. Karyadi sebagai kepala laboratorium pusat rumah sakit pusat (parusara) melakukan pemeriksaan. Namun, yang terjadi dr. Karyadi tewas di jalan Pandanaran, Semarang.
Tewasnya dr. Karyadi menimbulkan kemarahan para pemuda Semarang.
Pada tanggal 15 0ktober 1945 pasukan Kidobutai melakukan serangan ke kota Semarang dan dihadapi oleh TKR dan laskar pejuang lainnya. Pertempuran berlangsung selama lima hari dan mereda setelah pimpinan TKR berundingan dengan pasukan Jepang. Kedatangan pasukan sekutu di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945 juga mempercepat terjadinya gencatan senjata. Pasukan sekutu akhirnya menawan dan melucuti tentara Jepang. Akibat pertempuran ini ribuan pemuda gugur dan ratusan orang Jepang tewas.
Untuk mengenang perestiwa itu, di Semarang di dirikan tugu muda dan nama Dr. Karyadi diabadikan menjadi nama sebuah Rumah Sakit Umum di Semarang.
3. Tindakan heroik di Aceh
Pada tanggal 6 Oktober 1945, para pemuda dari tokoh masyarakat membentuk Angkatan Pemuda Indonesia (API). Penguasaan pemerintah Jepang memerintahkan pembubaran organisasi itu dan para pemuda tidak boleh melakukan kegiatan perkumpulan. Atas peringatan itu, para pemuda menolak keras. Anggota API kemudian merebut dan mengambil alih kantor-kantor pemerintahan. Di tempat-tempat yang telah mereka rebut para pemuda mengibarkan bendera merah putih dan berhasil melucuti senjata tentara Jepang.
4. Tindakan heroik di Bali
Pada bulan Agustus 1945, para pemuda Bali telah membentuk organisasi seperti Angkatan Muda Indonesia (AMI) dan Pemuda Republik Indonesia (PRRI). Upaya perundingan untuk menegakan kedaulatan RI telah mereka upayakan, tetapi pihak Jepang selalu menghambat. Atas tindakan tersebut pada tanggal 13 Desember 1945 para pemuda merebut kekuasaan dari Jepang secara serentak, tetapi belum berhasil karena persenjataan Jepang masih kuat.
5. Tindakan heroik di Kalimantan
Rakyat Kalimantan juga berusaha menegakkan kemerdekaan dengan cara mengibarkan bendera Merah Putih, memakai lencana Merah Putih, dan mengadakan rapat-rapat, tetapi kegiatan ini dilarang oleh pasukan Sekutu yang sudah ada di Kalimantan. Rakyat tidak menghiraukan larangan Sekutu, sehingga pada tanggal 14 November 1945 di Balikpapan (Depan Markas Sekutu) berkumpul lebih kurang 8.000 orang dengan membawa bendera Merah Putih.
6. Tindakan heroik di Palembang
Rakyat Palembang dalam mendukung proklamasi dan menegakkan kedaulatan Negara Indonesia dilakukan dengan jalan mengadakan upacara pengibaran bendera Merah Putih pada tanggal 8 Oktober 1945 yang dipimpin oleh dr.A.K.Gani.
Pada kesempatan itu diumumkan bahwa Sumatera selatan berada dibawah kekuasaan RI. Upaya penegakkan kedaulatan di Sumatera Selatan tidak memerlukan kekerasan, karena Jepang berusaha menghindari pertempuran.
7. Tindakan heroik di Bandung
Para pemuda bergerak untuk merebut untuk merebut Pangkalan Udara Andir (sekarang Bendara Husein Sastranegara) dan gudang senjata dari tangan Jepang.
8. Tindakan heroik di Makassar
Gubernur Sam Ratulangi menyusun pemerintah pada tanggal 19 Agustus 1945. Sementara itu, para pemuda bergerak untuk merebut gudang-gudang penting seperti stasiun radio dan tangsi polisi.
9. Tindakan heroik di Sumbawa
Bentrokan fisik antara pemuda dan antara Jepang terjadi di Gempe, Sape, dan Raba.
10. Tindakan heroik di Sumatera Selatan
Pada tanggal 8 Oktober 1945 rakyat mengadakan upacara pengibran bendera Merah Putih. Pada tanggal itu juga diumumkan bahwa Sumatera selatan berada dibawah kekuasaan RI.
11. Tindakan heroik di Lampung
Para pemuda yang tergabung dalam API (Angkatan Pemuda Indonesia) melucuti senjata Jepang di Teluk Betung, Kalianda, dan Menggala.
12. Tindakan heroik di Solo
Para pemuda melakukan pengepungan markas Kempetai Jepang, sehingga terjadilah pertempuran. Dalam pertempuran itu, seorang pemuda bernama Arifin gugur.
13. Palagan Ambarawa
Pada tanggal 20 0ktober 1945, tentara sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethellm mendarat di Semarang dengan maksud mengurus tawanan perangdan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah. Kedatangan sekutu ini diboncengi oleh NICA. Kedatangan sekutu ini mulanya disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tengah Mr. Wongsonegoro menyepekati akan menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu, sedang Sekutu berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Republik Indonesia.
Namun, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di Ambarawa dan Magelang untuk membebasakan para tawanan tentara Belanda, para tawanan tersebut malah dipersenjatai sehingga menimbulkan kemarahan pihak Indonesia. Insiden bersenjata timbul di kota Magelang, hingga terjadi pertempuran. Di Magelang, tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti Tentara Keamanan Rakyat dan membuat kekacauan.
TKR Resimen Magelang dipimpin Letkol. M.Sarbini membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu dari berbagai penjuru. Namun mereka selamat dari kehancuran berkat campur tangan Presiden Sukarno yang berhasil memenangkan susasana. Kemudian pasukan Sekutu secara diam-diam meninggalkan Kota Magelang menuju ke benteng Ambarawa. Akibat peristiwa tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol M. Sarbini segera mengadakan pengejaran terhadap mereka. Gerakan mundur tentara Sekutu tertahan di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di bawah pimpinan Oni Sastrodihardjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta.
Tentara Sekutu kembali dihadang oleh Batalyon 1 Soerjosoempeno di Ngipik. Pada saat pengunduran, tentara Sekutu mencoba menduduki dua desa di sekitar Ambarawa. Pasukan Indonesia di bawah pimpinan Letkol. Isdiman berusaha membebaskan kedua desa tersebut, namun ia keburu gugur terlebih dahulu. Sejak gugurnya Letkol. Isdiman, komandan Divisi 5 Banyumas, Kol Soedirman merasa kehilangan seorang perwira terbaiknya dan ia langsung turun ke lapangan untuk memimpin pertempuran. Kehadiran Kol Soedirman memberikan napas baru kepada pasukan-pasukan RI. Koordinasi diadakan diantara komando-komando sektor dan pengepungan terhadap musuh semakin ketat. Siasat yang diterapkan adalah serakan pendadakan serentak di semua sektor. Bala bantuan terus mengalir dari Yogyakarta, Solo, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang, dll.
Tanggal 23 November 1945 ketika matahari mulai terbit, mulailah tembak menembak dengan pasukan sekutu yang bertahan di kompleks gereja dan kerkhop Belanda di Jl. Margo Agoeng. Pasukan Indonesia terdiri dari Yon. Imam Androgi, Yon. Soeharto, dan Yon. Soegang. Tentara Sekutu mengarahkan tawanan-tawanan Jepang dengan diperkuat tanknya, menyusup ke tempat kedudukan Indonesia dari arah belakang, karena itu pasukan Indonesia indah ke Bedono. Setelah bertempur selama empat hari, pada tanggal 15 Desember 1945 pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil merebut Ambarawa dan sekutu dibuat mundur ke Semarang. Kemenangan pertempuran ini kini diabadikan dengan didirikannya Monumen Palagan Ambarawa dan diperingati hari jadi TNI Angkatan Darat atau Hari Juang Kartika.
14. Peristiwa Bandung lautan api
Peristiwa Bandung lautan api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di kota Bandung pada 24 Maret 1946. Dalam waktu tujuh jam sekitar 200.000 penduduk Bandung membakar rumah mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung. Hal ini dilakukan untuk mencegah tentara sekutu dan tentara NICA Belanda untuk dapat menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dalam perang kemerdekaan Indonesia.
15. Peristiwa Medan Area
Pada tanggal 9 November 1945, pasukan sekutu di bawah pimpinan brigadril Jendral T.E.D. Kelly mendarat di Sumatera Utara yang diikuti oleh pasukan NICA. Pemerintah republik Indonesia di Sumatera Utara memperkenankan mereka untuk menepati beberapa hotel yang terdapat di mota Medan. Selanjutnya mereka di tempatkan di Binjai, tanjung lapangan. Sehari setelah mendarat, tim RAPWI mendatangi kamp-kamp tawanan yang ada di Medan atas persetujuan gubernur M. Hasan. Kelompok itu langsung dibentuk menjadi Medan batalion KNIL.
Dengan adanya kekuatan itu,ternyata bekas tawanan menjadi arogan dan sewenag-wenang sehingga memancinng munculnya insiden. Insiden pertama terjadi tanggal 13 Oktober 1945 di jalan Bali, Medan. Insiden itu berawal dari ulah penghuni hotel yang merampas dan menginjak-injak lencana merah putih. Akibatnya hotel itu diserang dan dirusak oleh kalangan pemuda. Dampak dari insiden itu menjalar ke beberapa kota lain seperti Pematang Siantar dan Brastagi. Pada tanggal 10 Oktober 1945 di bentuk TKR Sumatera Timur dengan pemimpinnya Achmad Tair. Selanjutnya diadakan pemanggilan bekas Giugan dan Heiho ke Sumatera Timur.
Di samping TKR, terbentuk juga badan-badan perjuangan yang sejak tanggal 15 Oktober 1945 menjadi pemuda republik Indonesia Sumatera Timur dan kemudian berganti nama menjadi Pesindo. Sementara itu pada tanggal 1 Desember 1945, pihak sekutu Inggris memasang papan-papan yang bertuliskan “fixed boundaries medan area” di daerah-daerah pinggiran kota Medan. Sejak saat itu nama Medan area menjadi terkenal. Inggris bersama NICA melakukan aksi terhadap unsur-unsur R.I di Medan. Bahkan pada tanggal 10 Desember 1945 mereka berusaha menghancurkan konsentrasi TKR di Trepes. Aksi tersebut tentu saja mendapat perlawan yang sengit dari pemuda Medan. Dengan terjadinya peristiwa seperti itu, brigadir jendral T.E.D Kelly kembali mengancam para pemuda agar menyerahkan senjata yang mereka miliki dan jika tidak akan di tembak mati.
16. Peristowa Hotel Yamato
Insiden perobekan bendera di hotel Yamato ini merupakan awal dari rentetan perlawanan yang di lakukan oleh arek-arek Suroboyo. Peristiwa ini bermula dari dipasangnya bendera Belanda yang dilakukan oleh sekelompok orang yang di komando langsung oleh Mr. W.V.Ch Ploegman. Peristiwa ini di lakukan sekitar pulul 21:00 pada tanggal 18 Oktober 1945.
Pemasangan bendera ini tampaknya tidak diketahui oleh para pemuda dan tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari pemerintah R.I di Surabaya. Meskipun pihak Belanda memasang bendera di malam hari, tampaknya usaha itu nihil. Keesokan harinya tanggal 19 Oktober 1945 sekelompok pemuda melihat berkibarnya bendera Belanda itu. Tak kuat menahan amarah, hanya beberapa jam setelah mereka melihat berkibarnya bendera Belanda itu, jalanan sesak oleh segerombolan massa yang marah atas ulah yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda itu. Jalan Tunjangan yang merupakan jalan pusat kota itu bagaikan kerumunan semut, banyak dari kalangan pemuda, pelajar, maupun dari golongan dewasa yang berkumpul, guna protes atas ulah yang di lakukannya. Residen Sudirman yang merupakan wakil dari karesidenan daerah Surabaya itu langsung menemui Ploegman dengan didampingi oleh Sidik dan Hariono. Mereka bertujuan untuk melakukan perundingan dengan pihak Belanda ntuk menurunkan bendera tri warna tersebut.
Tampaknya usaha yang dilkukan Sudirman sia-sia, Ploegman dengan nada keras dan mengangkat senjata revolvernya menjawab ”Tentara sekutu telah menang, dan Belanda merupakan sekutu, maka sekarang pemerintah Hindia Belanda berhak atas Indonesia! Republik Indonesia tidak kami akui”.
Merasa usaha yang di lakukan gagal dengan yang disertai perasaan amarah yang begitu kuat, Sidik dan Harianto mengambil langkah yang mengejutkan. Sidik langsung menendang revolver yang di pengang oleh Ploegman hingga terpental dan menyebabkan letusan tanpa mengenai korban. Sementara Harianto menyeret Sudirman dari rauanga tersebut, namun Sidik masih terus melakukan pergulatan dengan Ploegman dan mencekiknya hingga tewas. Mengetahui kondisi yang sepert ini akhirnya para pemuda yang di luar hotel merengsek masuk ke hotel, hingga perkelahian tak dapat di hindarkan. Sementara itu Hariono dengan Kusno Wibowo dibantu beberapa pemuda melakukan pemanjatan guna menurunkan bendera tri warna tersebut. Setelah berhasil menurunkannya mereka merobek bendera yang bagian biru hingga akhirnya berkibarlah bendera merah putih. Pekik “merdeka” dilontarkan oleh mereka sebagai tanda kehormatan dan kedaulatan dari Indonesia.
17. Pertempuran lima hari di Semarang
Dengan menyerahnya Jepang terhadap sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945dan disusul dengan di proklamarkan republik Indonesia 17 Agustus 1945, maka seharusnya tamatlah kekuasaan Jepang di Indonesia. Dan di tunjuknya Mr. Wongsonegoro sebagai penguasa republik di Jawa Tengah dan pusat pemerintahannya di Semarang, maka adalah kewajiban pemerintah di Jawa Tengah mengambil alih kekuasaan yang selama ini di pegang Jepang, termasuk bidang pemerintahan, keaamanan, dan ketertibannya. Maka terbentuklah badan keamanan rakyat (BKR) yang kemudian menjadi tentara keamanan rakyat (TKR).
Di beberapa tempat di Jawa Tengah telah terjadi pula kegiatan pelucutan senjata Jepang tanpa kekerasan antara lain di Banyumas, tapi terjadi kekerasan di ibukota Semarang. Kidobutai (pusat ketentaraan Jepang di Jatingaleh) nampak tidak memberikan persetujuanya secara menyeluruh, meskipun dijamin oleh gubernur Wonsonegoro, bahwa senjata tersebut tidak untuk melawan Jepang. Permintaan yang berulang-ulang hanya menghasilkan senjata yang tak seberapa, dan itu hanyalah senjata - senjata yang telah usang. Kecurigaan BKR dan pemuda Semarang semakin bertambah, setelah sekutu mulai mendaratkan pasukannya di pulau Jawa. Pihak Indonesia khawatir Jepang akan menyerahkan senjata-senjatanya kepada sekutu, dan berpendapat kesempatan memperoleh senjata harus dimanfaatkan sebelum sekutu mendarat di Semarang. Karena sudah pasti pasukan Belanda yang bergabung dengan sekutu akan ikut dalam pendaratan itu yang tujuannya menjajah Indonesia lagi.
Pertempuran lima hari di Semarang ini dimulai menjelang Minggu malam tanggal 15 Oktober 1945. Keadaan kota Semarang sangatlah mencekam apalagi di jalan jalan dan kampung kampung di mana ada pos BKR dan pemuda tampak keaadan siap. Pasukan pemuda terdiri dari beberapa kelompok yaitu BKR, Polisi istimewa, AMRI, AMKA (angkatan muda kereta api) dan organisasi para pemuda lainnya. Dapat pula kita tambahkan di sini, bahwa markas Jepang di bantu oleh pasukan Jepang sebesar 675 orang,yang mereka dalam perjalanan dari Irian ke Jakarta, tapi karena persoalan logistik, pasukan ini singgah ke Semarang. Pasukan ini merupakan pasukan tempur yang mempunyai pengalaman di medan perang irian. Keaadan kontras sekali, karena para pemuda pejuang kita harus menghadapi pasukan Jepang yang berpengalaman tempur dan lebih lengkap persenjataannya, sementara kelompok pasukan pemuda belum pernah bertempur, dan hampir-hampir tidak bersenjata.
Juga sebagian besar belum pernah mendapat latihan, kecuali di antaranya pasukan polisi intimewa, anggota BKR, dari ex-PETA dan Heiho yang pernah mendapat pendidikan dan latihan militer, tapi tanpa pengalaman tempur.
Pertempuran lima hari di Semarang ini diawali dengan berontakan 400 tentara Jepang yang bertugas membangun pabrik senjata di Cepiring dekat Semarang. Pertempuran antara pemberontak Jepang melawan pemuda ini berkorban sejak dari Cepiring (30 km sebelah barat Semarang) hingga Jatingaleh yang terletak di bagian atas kota. Di Jatingaleh ini pasukan Jepang yang dipukul mundur menggabungkan diri dengan pasukan Kidobutai yang memang berpangkalan di tempat tersebut.
Suasana kota Semarang menjadi panas. Terdengar bahwa pasukan kidobutai jatingaleh akan segera mengadakan serangan balasan terhadap para emuda Indonesia. Situasi hangat bertambah panas dengan meluasnya desas-desus yang menggelisahkan masyarakat, bahwa cadangan air minum di Candi (Siranda) telah diracuni. Pihak Jepang yang disangka telah melakukan peracunan lebih memperuncing keadaan dengan melecuti delapan orang polisi Indonesia yang menjaga tempat tersebut untuk menghidarkan peracunan cadangan air minum itu. Dr. Karyadi, kepala laboratorium pusat rumah sakit rakyat (perusara) ketika mendengar berita ini langsung meluncur ke siranda untuk mengecek kebenarannya. Tetapi beliau tidak pernah sampai tujuan, jenazahnya ditemukan di jalan Pandanaran Semarang, karena dibunuh tentara Jepang (namanya diabadikan menjadi RS di Semarang).
Keesokan harinya 15 Oktober 1945 jam 03:00 pasukan kidobutai benar-benar melancarkan serangannya ke tengah-tengah kota Semarang. Markas BKR kota Semarang menepati kompleks bekas sekolah MULO di mugas (di belakang bekas pom bensin Pandaran). Di belakangnya terdapat sebuah bukit rendah dari sinilah di waktu fajar kidobutai melancarkan serangannya mendadak berkas BKR secara tiba-tiba mereka melancarkan serangan dari dua jurusan dengan tembakan mesin gancar, diperkirakan pasukan Jepang yang menyerang berjumlah 400 orang. Setelah memberikan perlawanan setengah jam pimpinan BKR akhirnya menyadari markasnya tak mungkin dapat mempertahankan lagi dan untuk menghindari kepungan tentara Jepang, pasukan BKR mengundurkan diri meninggalkan markasnya. Pertempuran ini dimulai pada 15 Oktober 1945 – 20 Oktober 1945.
2. Sambutan masyarakat Boyolali setelah mendengar berita proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Awalnya masyarakat Boyolali kurang percaya terhadap kabar proklamasi kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi, setelah ada kabar dari Radio Semarang, baru masyarakat Boyolali mulai percaya. MAsyarakat yang mendengar kabar tersebut langsung mwnyambut dengan suka cita. Mereka berlarian dan berteriak “merdeka!”. Masyarakat Boyolali juga berusaha untuk merebut gedung dan kantor milik pemerintah Jepang.
3. Proses terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak proklamasi hingga akhir 1945.
A. KEKALAHAN JEPANG DAN KEKOSONGAN KEKUASAAN
Perang Dunia II terjadi setalah Jepang membombardir Pearl Harbour pada 7 Desember 1941. Hancurnya Pearl Harbour, ternyata memudahkan Jepang untuk mewujudkan citacitanya, yaitu membentuk persekemakmuran Asia Timur Raya. Daerah-daerah di Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia berhasil diduduki oleh Jepang. Pembentukan Persekemakmuran Asia Timur Raya berhasil diwujudkan, meskipun hanya untuk sementara.
Serangan Jepang ke Indonesia (Hindia Belanda) pertama-tama terjadi 11 Januari 1942 dengan mendarat di Tarakan (Kalimantan Timur). Balikpapan yang merupakan daerah yang kaya akan minyak bumi, jatuh ketangan Jepang 24 Januari 1942, disusul kemudian Pontianak 29 Januari 1942, Samarinda 3 Pebruari 1942, Banjarmasin 10 Pebruari 1942. Dalam perkembangannya, Jepang mulai mengalami kesulitan, terutama setelah Amerika Serikat menarik sebagian pasukannya dari Eropa. Pada bulan Mei 1942, serangan Jepang terhadap Australia dapat dihentikan karena tentara Jepang menderita kekalahan dalam pertempuran Laut Koral (Karang). Serangan Jepang terhadap Hawai juga dapat digagalkan oleh tentara Amerika Serikat dalam pertempuran di Midway pada bulan Juni 1942. Kekalahan Jepang terhadap Sekutu, dengan ditanda tanganinya perjanjian Post Dam, maka secara resmi Jepang menyerahkan kekuasaan pada Sekutu. Dengan demikian di Indonesia terjadi kekosongan kekuasaan. Kesempatan ini oleh bangsa Indonesia dimanfaatkanuntuk memproklamasikan kemerdekaan.
Untuk mengakhiri peperangan ini, maka pada tanggal 6 Agustus 1945 Amerika Serikat menjatuhkan bom atom yang pertama di atas kota Hirosyima. Tiga hari kemudian, tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan lagi di atas Nagasaki. Akibatnya bukan saja membawa kerugian material, karena hancurnya kedua kota tersebut dan banyaknya penduduk yang menemui ajalnya. Tetapi secara politis telah mempersulit kedudukan Kaisar Hirohito, karena harus dapat menghentikan peperangan secepatnya guna menghindari adanya korban yang lebih banyak lagi. Hal ini berarti bahwa Jepang harus secepatnya menyerah kepada Sekutu atau Serikat. Akhirnya Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945.
B. PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA
Karena terjadi kekalahan Jepang terhadap Sekutu dalam beberapa pertempuran seperti yang disebutkan diatas, maka Jepang mulai ngobral janji. Janji itu dikenal dengan janji kemereekaan. Bila bangsa Indonesia mau membantu Jepang dalam menghadapi Sekutu, maka kelak kemudian hari akan diberikan kemerdekaan. Untuk mengawalinya dibentuklah Badan yang bertugas menyiapkan segala sesuatu berkaitan dengan kemerdekaan yang dijanjikan. Pemerintah Jepang membentuk BPUPKI yang dlam perkembangannya berubah menjadi PPKI.
Tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu tanpa syarat (unconditional surrender). Hal ini diumumkan oleh Tenno Heika melalui radio. Kejadian itu jelas mengakibatkan pemerintah Jepang tidak dapat meneruskan janji atau usahanya mengenai kemerdekaan Indonesia. Soal terus atau tidaknya usaha mengenai kemerdekaan Indonesia itu tergantung sepenuhnya kepada para pemimpin bangsa Indonesia. Sementara itu Sutan Sjahrir sebagai seorang yang mewakili pemuda merasa gelisah karena telah mendengar melalui radio bahwa Jepang telah kalah dan memutuskan untuk menyerah pada Sekutu. Sjahrir termasuk tokoh pertama yang mendesak agar proklamasi kemerdekaan Indonesia segera dilaksanakan oleh Sukarno-Hatta tanpa harus menunggu janji Jepang. Itulah sebabnya ketika mendengar kepulangan Sukarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat dari Dalat (Saigon), maka ia segera datang ke rumah Hatta dan memintanya untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, tanpa harus menunggu dari pemerintahan Jepang. Hatta tidak dapat memenuhi permintaan Sjahrir maka diajaknya ke rumah Sukarno. Namun Sukarno belum dapat menerima maksud Sjahrir dengan alasan bahwa Sukarno hanya bersedia melaksanakan proklamasi, jika telah diadakan pertemuan dengan anggota-anggota PPKI lain. Dengan demikian tidak menyimpang dari rencana sebelumnya yang telah disetujui oleh pemerintah Jepang. Selain itu Sukarno akan mencoba dulu untuk mengecek kebenaran berita kekalahan Jepang tersebut.
C. PERISTIWA RENGASDENGKLOK
Sikap Sukarno dan Hatta tersebut memang cukup beralasan karena jika proklamasi dilaksanakan di luar PPKI, maka Negara Indonesia Merdeka ini harus dipertahankan pada Sekutu yang akan mendarat di Indonesia dan sekaligus tentara Jepang yang ingin menjaga status quo sebelum kedatangan Sekutu. Sjahrir kemudian pergi ke Menteng Raya (markas para pemuda) bertemu dengan para pemuda seperti: Sukarni, BM Diah, Sayuti Melik dan lain-lain.
Kelompok muda menghendaki agar Sukarno - Hatta (golongan tua) segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Menurut golongan muda, tidak seharusnya para pejuang kemerdekaan Indonesia menunggu-nunggu berita resmi dari Pemerintah Pendudukan Jepang. Bangsa Indonesia harus segera mengambil inisiatifnya sendiri untuk menentukan strategi mencapai kemerdekaan. Golongan muda kemudian mengadakan rapat di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur, Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1945, pukul 20.30. Hadir antara lain Chaerul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Wikana, dan Alamsyah. Rapat itu dipimpin oleh Chaerul Saleh dengan menghasilkan keputusan tuntutan-tuntutan golongan pemuda yang menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri. Yang mendapat kepercayaan dari teman-temanya untuk menemui Sukarno adalah Wikana dan Darwis.
Oleh Wikana dan Darwis, hasil keputusan itu disampaikan kepada Sukarno jam 22.30 di kediamannya, Jalan Pegangsaan Timur, No 56 Jakarta. Namun sampai saat itu Sukarno belum bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa PPKI. Di sini terjadi perdebatan sengit antara Sukarno dengan Wikana dan Darwis. Dalam perdebatan itu Wikana menuntut agar proklamasi dikumandangkan oleh Sukarno pada keesokan harinya.
Peristiwa ini menunjukkan adanya ketegangan antara kelompok tua dengan kelompok muda yang memiliki sifat, karakter, cara bergerak, dan dunianya sendiri-sendiri. Perbedaan pendapat itu tidak hanya berhenti pada adu argumentasi, tetapi sudah mengarah pada tindakan pemaksaan dari golongan muda. Tentu saja semua itu demi kemerdekaan Indonesia.
Para pemuda itu kembali mengadakan pertemuan dan membahas tindakan-tindakan yang akan dibuat sehubungan dengan penolakan Soekarno-Hatta.
Pertemuan ini masih dipimpin oleh Chaerul Saleh yang tetap pada pendiriannya bahwa kemerdekaan harus tetap diumumkan dan itu harus dilaksanakan oleh bangsa Indonesia sendiri, tidak seperti yang direncanakan oleh Jepang. Orang yang dianggap paling tepat untuk melaksanakan itu adalah Soekarno-Hatta. Karena mereka menolak usul pemuda itu, pemuda memutuskan untuk membawa mereka ke luar kota yaitu Rengasdengklok, letaknya yang terpencil yakni 15 km ke arah jalan raya Jakarta-Cirebon. Menurut jalan pemikiran pemuda jika Soekarno-Hatta masih berada di Jakarta maka kedua tokoh ini akan dipengaruhi dan ditekan oleh Jepang serta menghalanginya untuk memproklamirkan kemerdekaan ini dilakukan.
Pemilihan Rengasdengklok sebagai tempat pengamanan Soekarno-Hatta, didasarkan pada perhitungan militer. Antara anggota Peta Daidan Purwakarta dan Daidan Jakarta terdapat hubungan erat sejak mereka mengadakan latihan bersama. Secara geografis, Rengasdengklok letaknya terpencil. Dengan demikian akan dapat dilakukan deteksi dengan mudah terhadap setiap gerakan tentara Jepang yang hendak datang ke Rengasdengklok, baik yang datang dari arah Jakarta, maupun dari arah Bandung atau Jawa Tengah. Tujuan penculikan kedua tokoh ini selain untuk mengamankan mereka dari pengaruh Jepang, juga agar keduanya mau segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia terlepas dari segala ikatan dengan Jepang. Pada dasarnya Soekarno dan Hatta tidak mau ditekan oleh anak-anak muda itu, sehingga mereka tidak mau memproklamirkan kemerdekaan. Dalam suatu pembicaraan dengan Shodanco Singgih, Soekarno memang menyatakan kesediannya untuk mengadakan proklamasi segera setelah kembali ke Jakarta.
Melihat sikap Soekarno ini, maka para pemuda berdasarkan rapatnya yang terakhir pada pukul 00.30 waktu Jawa jaman Jepang (24.00 WIB) tanggal 16 Agustus 1945 terdapat keputusan akan mengadakan penculikan terhadap Soekarno dan Hatta dalam rangka upaya pengamanan supaya tidak terpengaruh dari segala siasat Jepang. Pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30 (waktu Jepang) atau pukul 04.00 WIB penculikan (menurut golongan tua) dilaksanakan. Tidak diketahui secara jelas siapakah yang memulai peristiwa ini. Ada yang mengatakan Sukarni-lah yang membawa Soekarno-Hatta dini hari ke Rengasdengklok. Menurut Soekarno Sjahrir-lah yang menjadi pemimpin penculikan dirinya dengan Hoh. Hatta.
Walaupun sudah diamankan ke Rengasdengklok, Soekarno-Hatta masih tetap dengan pendiriannya. Sikap teguh Soekarno-Hatta itu antara lain karena mereka belum percaya akan berita yang diberikan oleh pemuda serta berita resmi dari Jepang sendiri belum diperoleh. Seorang utusan pemuda yang bernama Yusuf Kunto dikirim ke Jakarta untuk melaporkan sikap Soekarno-Hatta dan sekaligus untuk mengetahui persiapan perebutan kekuasaan yang dipersiapkan pemuda di Jakarta.
Achmad Subardjo datang ke Rengasdengklok dan berhasil menyakinkan para pemuda bahwa proklamasi pasti akan diucapkan keesokan harinya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehingga pada tangal 16 Agustus 1945 malam hari Soekarno-Hatta dibawa kembali ke Jakarta. Sementara itu di Jakarta telah terjadi kesepakatan antara golongan tua, yakni Achmad Soebardjo dengan Wikana dari golongan muda untuk mengadakan proklamasi di Jakarta.
Laksamana Muda Maeda bersedia untuk menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya. Berdasarkan kesepakatan itu Jusuf Kunto dari pihak pemuda dan Soebardjo yang diikuti oleh sekretaris pribadinya mbah Diro (Sudiro) menuju Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno. Semua ini dilakukan tidak lepas dari rasa prihatin sebagai orang Indonesia, sehingga terpanggil untuk menghusahakan agar proklamasi kemerdekaan Indonesia dapat dilaksanakan secepat mungkin.
Namun sebelumnya perlu mempertemukan perbedaan pendapat antara golongan tua dan muda. Untuk itu maka Soekarno dan Hoh. Hatta harus terlebih dahulu kembali dari Rengasdengklok ke Jakarta. Rombongan yang terdiri dari Achmad Soebardjo, Sudiro dan Yusuf Kunto segera berangkat menuju Rengasdengklok, tempat dimana Soekarno dan Moh.Hatta diamankan oleh pemuda. Rombongan tiba di Rengasdengklok pada jam 19.30 (waktu Tokyo) atau 18.00 (waktu Jawa Jepang) atau pukul 17.30 WIB dan bermaksud untuk menjemput dan segeramembawa Seoekarno-Hatta pulang ke Jakarta. Perlu ditambahkan juga, disamping Soekarno dan Hatta ikut serta pula Fatmawati dan Guntur Soekarno Putra. Peranan Achmad Subardjo sangat penting dalam peristiwa ini, karena mampu mempercayakan para pemuda, bahwa proklamasi akan dilaksanakan keesokan harinya paling lambat pukul 12.00 WIB. Ini dapat dikabulkan dengan jaminan nyawanya sebagai taruhannya. Akhirnya Subeno komandan kompi Peta setempat bersedia melepaskan Soekarno-Hatta ke Jakarta. Achmad Subardjo adalah seorang yang dekat dengan golongan tua maupun muda,bahkan dia juga sebagai penghubung dengan pemuka angkatan laut Jepang Laksamana Madya Maeda. Dan melalui dia, Maeda menawarkan rumahnya sebagai tempat yang amandan terlindung untuk menyusun naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik yang sudah lama ditunggu-tunggu.
D. PENYUSUNAN TEKS PROKLAMASI
Bertitik tolak dari keadaan yang demikian, kedudukan Maeda baik secara resmi maupun pribadi menjadi sangat penting. Dan justru dalam saat-saat yang genting itu, Maeda telah menunjukkan kebesaran moralnya. Berdasarkan keyakinan bahwa kemerdekaan merupakan aspirasi alamiah dan yang tidak terhindarkan dukungannya kepada tujuan kebebasan Indonesia. Di tempat kediaman Maeda Jalan Imam Bonjol No.1 Jakarta teks prokamasi ditulis. Kalimat yang pertama yang berbunyi “Kami rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan kami” kemudian berubah menjadi “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia” berasal dari Achmad Subardjo. Kalimat kedua oleh Soekarno yang berbunyi “Hal hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain akan diselenggarakan dengan cara yang secermat-cermatnya serta dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”. Kedua kalimat ini kemudian digabung dan disempurnakan oleh Moh. Hatta sehingga berbunyi seperti teks proklamasi yang kita miliki sekarang.Sekarang timbullah masalah siapakah yang akan menandatangani naskah proklamasi. Soekarno menyarankan agar semua yang hadir menandatangai naskah proklamasi itu selaku “Wakil-wakil Bangsa Indonesia”. Saran itu mendapat tantangan daripara pemuda. Kemudian Sukarni selaku salah seorang pimpinan pemuda mengusulkan, agar Soekarno-Hatta menandatangani atas nama bangsa Indonesia. Usul ini diterima dengan suara bulat. Selanjutnya Soekarno minta kepada Sayuti Melik untuk mengetik naskah tulisan tangan tersebut.
E. PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA
Sebelum teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan, terlebih dahulu Soekarno menyampaikan pidatonya, lengkapnya sebagai berikut:
“Saudara-saudara sekalian !
Saja sudah minta saudara-saudara hadlir disini untuk menjaksikan satu peristiwa maha penting dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berdjoang untuk kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun ! Gelombangnja aksi kita untuk mentjapai kemerdekaan kita itu ada naik dan ada turunnya, tetapi djiwa kita tetap menudju kearah tjita-tjita.
Djuga di dalam djaman Djepang, usaha kita untuk mentjapai kemerdekaan nasional tidak henti-henti. Didalam djaman Djepang ini, tampaknja sadja kita menjandarkan diri kepada mereka. Tetapi pada hakekatnya, tetap kita menjusun tenaga kita sendiri, tetap kita pertjaja kepada kekuatan sendiri.
Sekarang tibalah saatnja kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air di dalam tangan kita sendiri. Hanja bangsa jang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri akan dapat berdiri dengan kuatnja. Maka kami, tadi malam telah mengadakan musjawarat dengan pemuka-pemuka rakjat Indonesia, dari seluruh Indonesia. Permusjawaratan itu seia-sekata berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnja untuk menjatakan kemerdekaan kita.
Saudara-saudara ! Dengan ini kami njatakan kebulatan tekad itu. Dengarlah proklamasi
kami:…”
Ada tiga perubahan yang terdapat pada naskah yaitu kata tempoh diganti menjadi tempo, sedangkan wakil-wakil bangsa Indonesia diganti dengan Atas nama Bangsa Indonesia dan DJakarta 17-8-05 menjadi DJakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05. Teks Proklamasi ini akhirnya diproklamirkan pada hari Jumat Legi pada pukul 10.00 WIB di Jalan Pegangsaan Timur No.56 Jakarta. Dalam peristiwa proklamasi itu, disusunlah acara sebagai berikut:
1. Pembacaan Proklamasi.
Disampaikan oleh Soekarno, kemudian dilanjutkan dengan pidato singkat berbunyi:
Demikianlah, saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka!
Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah-air kita bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusun Negara kita! Negara Merdeka, Negara Republik Indonesia, merdeka kekal dan abadi.
Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu!
2. Pengibaran bendera Merah Putih.
Pengibaran dilaksanakan oleh Suhud dan Latief Hendradiningrat. Namun secara spontan peserta menyanyikan lagu Indonesia Raya, sehingga sampai sekarang pengibaran bendera Merah Putih dalam setiap upacara bendera selalu diiringi dengan lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
3. Sambutan Wali Kota Suwirjo dan dr. Muwardi.
Peristiwa besar tersebut hanya berlangsung lebih kurang satu jam lamanya. Namun demikian pengaruhnya besar sekali, sebab perstiwa tersebut telah membawa perubahan yang luar biasa dalam kehidupan bangsa Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu bukan hanya sebagai tanda bahwa sejak itu bangsa Indonesia telah merdeka, tetapi di sisi lain juga merupan detik penjebolan tertib hukum kolonial dan sekaligus detik pembangunan bagi tertib hukum nasional, suatu tertib hukum Indonesia. Proklamasi kemerdekaan itu merupakan salah satu sarana untuk merealisasikan masyarakat Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur, serta untuk ikut membentuk “dunia baru” yang damai dan abadi, bebas dari segala penghisapan manusia oleh manusia dan bangsa oleh bangsa lain
F. SIDANG PPKI TANGGAL 18 AGUSTUS 1945
1 . Pembentukan Komite Nasional
Sebagai tindak lanjut dari sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945 maka dibentuklah Komite Nasional Indonesia (KNI). Komite Nasional Indonesia adalah badan yang akan berfungsi sebagai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelum diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu). KNIP diketuai oleh Mr. Kasman Singodimejo. Anggota KNIP dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945. Tugas pertama KNIP adalah membantu tugas kepresidenan.
Namun, kemudian diperluas tidak hanya sebagai penasihat presiden, tetapi juga mempunyai kewenangan legislatif. Wewenang KNIP sebagai DPR ditetapkan dalam rapat KNIP tanggal 16 Oktober 1945. Dalam rapat tersebut, wakil presiden Drs. Moh. Hatta mengeluarkan Maklumat Pemerintah RI No. X yang isinya meliputi hal-hal berikut.
a. KNIP sebelum DPR/MPR terbentuk diserahi kekuasaan legislatif untuk membuat undang-undang dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
b. Berhubung gentingnya keadaan, maka pekerjaan sehari-hari KNIP dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja KNIP yang diketuai oleh Sutan Syahrir. Komite Nasional Indonesia disusun dari tingkat pusat sampai daerah. Pada tingkat pusat disebut Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan pada tingkat daerah yang disusun sampai tingkat kawedanan disebut Komite Nasional Indonesia.
2. Pembentukan Partai Nasional Indonesia
Pada tanggal 22 Agustus 1945 PPKI bersidang untuk yang ketiga kalinya dan menghasilkan keputusan antara lain pembentukan Partai Nasional Indonesia, yang pada waktu itu dimaksudkan sebagai satu-satunya partai politik di Indonesia (partai tunggal). Dalam perkembangannya muncul Maklumat tanggal 31 Agustus 1945 yang memutuskan bahwa gerakan dan persiapan Partai Nasional Indonesia ditunda dan segala kegiatan dicurahkan ke dalam Komite Nasional. Sejak saat itu, gagasan satu partai tidak pernah dihidupkan lagi. Demi kelangsungan kehidupan demokrasi, maka KNIP mengajukan usul kepada pemerintah agar rakyat diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mendirikan partai politik.
sebagai tanggapan atas usul tersebut, maka pada tanggal 3 November 1945 pemerintah mengeluarkan maklumat pemerintah yang pada intinya berisi memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Maklumat itu kemudian dikenal dengan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. Partai politik yang muncul setelah Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 dikeluarkan antara lain Masyumi, Partai Komunis Indonesia, Partai Buruh Indonesia, Parkindo, Partai Rakyat Jelata, Partai Sosialis Indonesia, Partai Rakyat Sosialis, Partai Katolik, Permai, dan PNI.
3 . Pembentukan Badan Keamanan Rakyat
Badan Keamanan Rakyat (BKR) ditetapkan sebagai bagian dari Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP), yang merupakan induk organisasi yang ditujukan untuk memelihara keselamatan masyarakat. BKR tugasnya sebagai penjaga keamanan umum di daerah-daerah di bawah koordinasi KNI Daerah. Para pemuda bekas anggota Peta, KNIL, dan Heiho segera membentuk BKR di daerah sebagai wadah perjuangannya. Khusus di Jakarta dibentuk BKR Pusat untuk mengoordinasi dan mengendalikan BKR di bawah pimpinan Kaprawi. Sementara BKR Jawa Timur dipimpin Drg. Moestopo, BKR Jawa Tengah dipimpin Soedirman, dan BKR Jawa Barat dipimpin Arudji Kartawinata. Pemerintah belum membentuk tentara yang bersifat nasional karena pertimbangan politik, mengingat pembentukan tentara yang bersifat nasional akan mengundang sikap permusuhan dari Sekutu dan Jepang. Menurut perhitungan, kekuatan nasional belum mampu menghadapi gabungan Sekutu dan Jepang. Sementara itu para pemuda yang kurang setuju pembentukan BKR dan menghendaki pembentukan tentara nasional, membentuk badan-badan perjuangan atau laskar bersenjata. Badan perjuangan tersebut misalnya Angkatan Pemuda Indonesia (API), Pemuda Republik Indonesia (PRI), Barisan Pemuda Indonesia (BPI), dan lainnya. Selain itu para pemuda yang dipelopori oleh Adam Malik membentuk Komite van Actie.
Pada tanggal 5 Oktober 1945 dikeluarkan Maklumat Pemerintah yang menyatakan berdirinya Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Sebagai pimpinan TKR ditunjuk Supriyadi. Berdasarkan maklumat pemerintah tersebut, maka segera dibentuk Markas Tertinggi TKR oleh Oerip Soemohardjo yang berkedudukan di Yogyakarta. Di Pulau Jawa terbentuk 10 Divisi dan di Sumatra 6 Divisi. Berkembangnya kekuatan pertahanan dan keamanan yang begitu cepat memerlukan satu pimpinan yang kuat dan berwibawa untuk mengatasi segala persoalan akibat perkembangan tersebut. Supriyadi yang ditunjuk sebagai pemimpin tertinggi TKR ternyata tidak pernah muncul. Pada bulan
November 1945 atas prakarsa dari markas tertinggi TKR diadakan pemilihan pemimpin tertinggi TKR yang baru. Yang terpilih adalah Kolonel Soedirman, Komandan Divisi V/Banyumas. Sebulan kemudian pada tanggal 18 Desember 1945, Soedirman dilantik sebagai Panglima Besar TKR dengan pangkat jenderal.
Oerip Soemohardjo tetap menduduki jabatan lamanya sebagai Kepala Staf Umum TKR dengan pangkat Letnan Jenderal (Letjen). Terpilihnya Soedirman merupakan titik tolak perkembangan organisasi kekuatan pertahanan keamanan. Pada bulan Januari 1946, TKR berubah menjadi Tentara Rakyat Indonesia (TRI). Pada bulan Juni 1947 nama TRI berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sampai dengan pertengahan 1947, bangsa Indonesia telah berhasil menyusun, mengonsolidasikan dan sekaligus mengintegrasikan alat pertahanan dan keamanan. TNI bukanlah semata-mata alat negara atau pemerintah, melainkan alat rakyat, alat “revolusi” dan alat bangsa Indonesia.
G. DUKUNGAN DAERAH TERHADAP PEMBENTUKAN NEGARA DAN PEMERINTAHAN REPUBLIK INDONESIA.
1. Sulawesi Selatan
Pada tanggal 19 Agustus 1945, rombongan Dr. Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi, mendarat di Sapiria, Bulukumba. Setelah sampai di Ujungpandang, gubernur segera membentuk pemerintahan daerah. Mr. Andi Zainal Abidin diangkat sebagai Sekretaris Daerah. Tindakan gubernur oleh para pemuda dianggap terlalu berhatihati, kemudian para pemuda mengorganisasi diri dan merencanakan merebut gedung-gedung vital seperti studio radio dan tangsi polisi. Kelompok pemuda tersebut terdiri dari kelompok Barisan Berani Mati (Bo-ei Taishin), bekas kaigun heiho dan pelajar SMP. Pada tanggal 28 Oktober 1945 mereka bergerak menuju sasaran. Akibat peristiwa tersebut, pasukan Australia yang telah ada bergerak dan melucuti mereka. Sejak peristiwa tersebut gerakan pemuda dipindahkan dari Ujungpandang ke Polombangkeng.
2. Bali
Para pemuda Bali telah membentuk berbagai organisasi pemuda, seperti AMI, Pemuda Republik Indonesia (PRI) pada akhir Agustus 1945. Mereka berusaha untuk menegakkan Republik Indonesia melalui perundingan tetapi mendapat hambatan dari pasukan Jepang. Pada tanggal 13 Desember 1945 mereka melakukan gerakan serentak untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang, meskipun gerakan ini gagal.
3. Gorontalo
Pada tanggal 13 September 1945 di Gorontalo terjadi perebutan senjata terhadap markas-markas Jepang. Kedaulatan Republik Indonesia berhasil ditegakkan dan para pemimpin Republik menolak ajakan untuk berunding dengan pasukan pendudukan Australia.
4. Rapat Raksasa di Lapangan Ikada
Rapat Raksasa dilaksanakan di Lapangan Ikada (Ikatan Atletik DJakarta) tanggal 19 September 1945. Sekitar 200.000 orang hadir dalam pertemuan tersebut. Pada peristiwa ini, kekuatan Jepang, termasuk tank-tank, berjaga-jaga dengan mengelilingi rapat umum tersebut. Rapat Ikada dihadiri oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta serta sejumlah menteri. Untuk menghindari terjadinya pertumpahan darah, Presiden Soekarno menyampaikan pidato yang intinya berisi permintaan agar rakyat memberi kepercayaan dan dukungan kepada pemerintah RI, mematuhi perintahnya dan tunduk kepada disiplin. Setelah itu Presiden Soekarno meminta rakyat yang hadir bubar dan tenang.
5. Terjadinya Insiden Bendera di Hotel
Insiden ini terjadi pada tanggal 19 September 1945, ketika orang-orang Belanda bekas tawanan Jepang menduduki Hotel Yamato, dengan dibantu segerombolan pasukan Serikat. Orang-orang Belanda tersebut mengibarkan bendera mereka di puncak Hotel Yamato. Hal tersebut memancing kemarahan para pemuda. Hotel tersebut diserbu para pemuda, setelah permintaan Residen Sudirman untuk menurunkan bendera Belanda ditolak penghuni hotel. Bentrokan tidak dapat dihindarkan. Beberapa pemuda berhasil memanjat atap hotel serta menurunkan bendera Belanda yang berkibar di atasnya. Mereka merobek warna birunya dan mengibarkan kembali sebagai Merah Putih.
6. Yogyakarta
Di Yogyakarta perebutan kekuasaan secara serentak dimulai tanggal 26 September 1945. Sejak pukul 10 pagi semua pegawai instansi pemerintah dan perusahaan yang dikuasai Jepang melaksanakan aksi mogok. Mereka memaksa agar orang-orang Jepang menyerahkan aset dan kantornya kepada orang Indonesia. Tanggal 27 September 1945 Komite Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta mengumumkan bahwa kekuasaan di daerah tersebut telah berada di tangan Pemerintah Republik Indonesia. Pada hari itu juga di Yogyakarta diterbitkan surat kabar Kedaulatan Rakyat.
7. Sumatra Selatan
Dukungan dan perebutan kekuasaan terjadi di Sumatra Selatan pada tanggal 8 Oktober 1945, ketika Residen Sumatra Selatan dr. A.K. Gani bersama seluruh pegawai Gunseibu dalam suatu upacara menaikkan bendera Merah Putih. Setelah upacara selesai, para pegawai kembali ke kantornya masing-masing. Pada hari itu juga diumumkan bahwa di seluruh Karesidenan Palembang hanya ada satu kekuasaan yakni kekuasaan Republik Indonesia. Perebutan kekuasaan di Palembang berlangsung tanpa insiden, sebab orang-orang Jepang telah menghindar ketika terjadi demonstrasi.
8. Pertempuran Lima Hari di Semarang
Peristiwa ini terjadi di Semarang pada tanggal 15 – 20 Oktober 1945. Peristiwa itu berawal ketika 400 orang veteran AL Jepang yang akan dipekerjakan untuk mengubah pabrik gula Cepiring menjadi pabrik senjata memberontak ketika akan dipindahkan ke Semarang. Tawanan-tawanan tersebut menyerang polisi Indonesia yang mengawal mereka. Situasi bertambah hangat dengan meluasnya desas-desus bahwa cadangan air minum di desa Candi telah diracuni. Dr. Karyadi yang meneliti cadangan air minum tersebut meninggal ditembak oleh Jepang. Pertempuran mulai pecah dini hari tanggal 15 Oktober 1945 di Simpang Lima. Pertempuran berlangsung lima hari dan baru berhenti setelah pimpinan TKR berunding dengan pimpinan pasukan Jepang. Usaha perdamaian dipercepat dengan mendaratnya pasukan Sekutu di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945 yang kemudian menawan dan melucuti senjata tentara Jepang. Untuk mengenang keberanian para pemuda Semarang dalam pertempuran tersebut, maka dibangunlah Tugu Muda yang terletak di kawasan Simpang Lima, Semarang.
9. Bandung
Pertempuran diawali dengan usaha para pemuda untuk merebut pangkalan Udara Andir dan pabrik senjata bekas ACW (Artillerie Constructie Winkel, sekarang Pindad). Usaha tersebut berlangsung sampai datangnya pasukan Sekutu di Bandung tanggal 17 Oktober 1945.
10. Kalimantan
Di beberapa kota di Kalimantan mulai timbul gerakan yang mendukung proklamasi. Akibatnya tentara Australia yang sudah mendarat atas nama Sekutu mengeluarkan ultimatum melarang semua aktivitas politik, seperti demonstrasi dan mengibarkan bendera Merah Putih, memakai lencana Merah Putih dan mengadakan rapat. Namun kaum nasionalis tidak menghiraukannya. Di Balikpapan tanggal 14 November 1945, tidak kurang 8.000 orang berkumpul di depan komplek NICA sambil membawa bendera Merah Putih.
11. Sulawesi Utara
Usaha menegakkan kedaulatan di Sulawesi Utara tidak padam, meskipun tentara NICA telah menguasai wilayah tersebut. Pada tanggal 14 Februari 1946, para pemuda Indonesia anggota KNIL tergabung dalam Pasukan Pemuda Indonesia (PPI) mengadakan gerakan di Tangsi Putih dan Tangsi Hitam di Teling, Manado. Mereka membebaskan tawanan yang mendukung Republik Indonesia antara lain Taulu, Wuisan, Sumanti, G.A. Maengkom, Kusno Dhanupojo, dan G.E. Duhan. Di sisi lain mereka juga menahan Komandan Garnisun Manado dan semua pasukan Belanda di Teling dan penjara Manado. Dengan diawali peristiwa tersebut para pemuda menguasai markas Belanda di Tomohon dan Tondano. Berita tentang perebutan kekuasaan tersebut dikirim ke pemerintah pusat yang saat itu di Yogyakarta dan mengeluarkan Maklumat No. 1 yang ditandatangani oleh Ch.Ch. Taulu. Pemerintah sipil dibentuk tanggal 16 Februari 1946 dan sebagai residen dipilih B.W. Lapian.
Disusun Oleh:
Hasna Salsabila K. (13)
Hernandi Rismawan (14)
Imam Muslimah (15)
XI MIPA 1
SMA NEGERI 1 BOYOLALI
Minggu, 13 Maret 2016
Tugas Sejarah Menganalisis Sekitar Proklamasi Oleh Kelompok 5
Posted by Unknown on 01.47 with No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar