Minggu, 13 Maret 2016

Tugas Materi Proklamasi Kelompok 7



1.   SAMBUTAN RAKYAT INDONESIA MENGENAI PROKLAMASI KEMERDEKAAN
Setelah berhasil merumuskan teks proklamasi Bung Karno berpesan kepada para pemimpin yang bekerja pada pers dan kantor berita, terutama B.M. Diah untuk memperbanyak teks proklamasi dan menyiarkannya keseluruh dunia. Sewa alat komunikasi yang ada dipergunakan untuk menyebarluaskan berita proklamasi. Pada tanggal 17 Agustus 1945 teks proklamasi telah sampai ditangan Kepala Bagian Radio Kantor Waidon B. Polenewen dari seorang wartawan Domei yaitu Syahrudin. Untuk itu kemudian F. WUz (seorang markonis) menyiarkan berita proklamasi berturut-turut setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti walaupun dilarang oleh pihak Jepang. Sedangkan pucuk pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita proklamasi dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar radio disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Para pemuda akhirnya membuat pemancar baru dengan bantuan beberapa orang teknisi radio yang diambil dari Kantor Berita Domci. Di Menteng 31 para pemuda berhasil merakit pemancar baru dengan kode panggilan DJKI.

                              Selain melalui siaran radio berita proklamasi juga disiarkan melalui surat kabar. Diantaranya “Suara Asia” yang di Surabaya dan “Cahaya” di Bandung.
             Dalam menyambut Proklamasi kemerdekaan Indonesia, rakyat mengartikan bahwa bangsa Indonesia telah bebas dari penjajahan, oleh karena itu hal-hal yang menyangkut tentang keamanan dan pemerintahan negara Indonesia itu menjadi tanggung jawab bangsa Indonesia sendiri. Untuk itu maka para pemuda berusaha mengambil alih kekuasaan dari tangan Jepang dengan sasaran :
·         menduduki kantor-kantor pemerintah
·         menurunkan bendera Hinomaru dan menggantikan dengan bendera Merah Putih.
·         pencarian senjata dan lain-lain dan menjaga kemungkinan segala hal, yang ingin menggagalkan kemerdekaan.

Rakyat di daerah-daerah mulanya tidak percaya bahwa Indonesia telah merdeka. Namun, setelah yakin akan kebenaran berita itu, luapan kegembiraan muncul di mana-mana. Di Jawa Tengah berita Proklamasi diterima melalui radio Domei Sementara. Oleh Syarief Sulaiman dan M.S. Mintarjo berita tersebut dibawa ke gedung Hokokai yang saat itu sedang dilaksanakan sidang di bawah pimpinan Mr. Wongso Negoro. Setelah copy teks Proklamasi dibacakan, para peserta sidang bertepuk tangan penuh gembira, kemudian secara serentak mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya.

            Berita Proklamasi kemudian disiarkan lewat radio Semarang. Masyarakat Jawa Tengah dengan cepat dapat menerima berita tersebut. Kemudian, pada tanggal 19 Agustus 1945, diadakan rapat raksasa untuk menguatkan pengumuman pengambilan kekuasaan di Semarang. Setelah itu, di daerah Brebes, Pekalongan, dan Tegal terjadi pemberontakan. Rakyat di tiga daerah tersebut menyerang para pamong praja dan pegawai pemerintah yang dianggap sebagai penyebab kesengsaraan rakyat.

            Di daerah-daerah luar Jawa berita Proklamasi terlambat diterima oleh rakyat. Hal ini disebabkan karena sarana komunikasi yang cukup sulit. Di Medan, berita Proklamasi dibawa oleh Teuku Moh. Hasan yang diangkat sebagai gubernur daerah Sumatera. Mendengar berita ini,  kemudian dipelopori oleh Achmad Tahir dibentuk Barisan Pemuda Indonesia. Pada tanggal 4 Oktober, mereka berusaha mengambil alih gedung-gedung pemerintahan dan merebut senjata dari tangan Jepang.
            Di daerah-daerah lain pun melakukan penyambutan yang tidak jauh berbeda, yakni sebagai berikut:
·         Mula-mula rakyat tidak percaya terhadap adanya berita Proklamasi.
·         Luapan kegembiraan rakyat menyambut kemerdekaan Indonesia.
·         Mengadakan rapat-rapat raksasa.
·         Para pemuda membentuk angkatan muda Indonesia.
·         Upaya pengambilalihan kekuasaan dari tangan Jepang.
·         Upaya merebut gedung-gedung dan kantor pemerintahan.
·         Merebut persenjataan dari tangan Jepang.
·         Tekad untuk tetap mempertahankan kemerdekaan



2.) Sambutan masyarakat Boyolali setelah mendengar berita proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Rakyat di daerah-daerah mulanya tidak percaya bahwa Indonesia telah merdeka. Namun, setelah yakin akan kebenaran berita itu, luapan kegembiraan muncul di mana-mana. Di Jawa Tengah berita Proklamasi diterima melalui radio Domei Sementara. Oleh Syarief Sulaiman dan M.S. Mintarjo berita tersebut dibawa ke gedung Hokokai yang saat itu sedang dilaksanakan sidang di bawah pimpinan Mr. Wongso Negoro. Setelah copy teks Proklamasi dibacakan, para peserta sidang bertepuk tangan penuh gembira, kemudian secara serentak mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Berita Proklamasi kemudian disiarkan lewat radio Semarang. Masyarakat Jawa Tengah dengan cepat dapat menerima berita tersebut. Kemudian, pada tanggal 19 Agustus 1945, diadakan rapat raksasa untuk menguatkan pengumuman pengambilan kekuasaan di Semarang. Setelah itu, di daerah Brebes, Pekalongan, dan Tegal terjadi pemberontakan. Rakyat di tiga daerah tersebut menyerang para pamong praja dan pegawai pemerintah yang dianggap sebagai penyebab kesengsaraan rakyat.
            Di daerah-daerah luar Jawa berita Proklamasi terlambat diterima oleh rakyat. Hal ini disebabkan karena sarana komunikasi yang cukup sulit. Di Medan, berita Proklamasi dibawa oleh Teuku Moh. Hasan yang diangkat sebagai gubernur daerah Sumatera. Mendengar berita ini,  kemudian dipelopori oleh Achmad Tahir dibentuk Barisan Pemuda Indonesia. Pada tanggal 4 Oktober, mereka berusaha mengambil alih gedung-gedung pemerintahan dan merebut senjata dari tangan Jepang.
            Di daerah-daerah lain pun melakukan penyambutan yang tidak jauh berbeda termasuk di daerah boyolali, yakni sebagai berikut:
a.Mula-mula rakyat tidak percaya terhadap adanya berita Proklamasi.
b.Luapan kegembiraan rakyat menyambut kemerdekaan Indonesia.
c.Mengadakan rapat-rapat raksasa.
d.Para pemuda membentuk angkatan muda Indonesia.
e.Upaya pengambilalihan kekuasaan dari tangan Jepang.
f.Upaya merebut gedung-gedung dan kantor pemerintahan.
g.Merebut persenjataan dari tangan Jepang.
h.Tekad untuk tetap mempertahankan kemerdekaan.

Referensi http://chaerolriezal.blogspot.com

3.) Bagi bangsa Indonesia terjadinya negara merupakan proses yang panjang dan menghabiskan banyak waktu, jiwa dan raga, harta dan benda. Terjadinya negara merupakan suatu proses yang tidak hanya diambil dari proklamasi, tetapi dari perjuangan bangsa Indonesia yang menuntut kemerdekaan, sehingga membentuk ideologi (ide-ide dasar yang dicita-citakan).Sejarah mencatat sebelum abad ke-16, kehidupanbangsa Indonesia rukun dan damai. Tetapi setelah para penjajah dari negara Barat datang, keutuhan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara mulai retak. Para penjajah, khususnya Belanda, menerapkan politik adu domba, memecahbelah, saling menghasut, memfitnah antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Pada akhirnyahubungan antara satu dengan lainnya retak. Dalam situasi yang tidak akur dan terpecah belahtersebut, penjajah masuk menyusup dengan mudah. Perang saudara tidak terelakkan lagi. Akhirnya setiap daerah berjuang sendiri-sendiri. Pangeran Diponegoro yang berasal dari Jawa Tengah, Tuanku Imam Bonjol dari Sumatra Barat, adalah contoh tokoh pahlawan yang gigih berani melawan penjajah. Namun perjuangan kedua tokoh tersebut gagal karena perjuangan mereka bersifat kedaerahan. Bahkan Pangeran Diponegoroditangkap dan dibuang ke luar Pulau Jawa. Beliau di pengasingan sampai akhirnya wafat.Setelah melalui perjuangan yang panjang akhirnyaterbentuklah negara Indonesia.  Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 mengantarkan bangsa Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan. Dengan negara yangberdaulat, lepas dari cengkeraman penjajah, bangsa Indonesia dapat meraih cita-cita dan meningkatkan taraf hidupnya.Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk melalui proses dan tahapan yang panjang. NegaraKesatuan Republik Indonesia terbentuk karena beberapa faktor, yaitu:1)  Adanya persamaan nasib, yaitu penderitaan bersama di bawah penjajahan bangsa asing selamakurang lebih 350 tahun.2)   Adanya keinginan bersama untuk merdeka dan melepaskan diri dari belenggu penjajahan.3)  Adanya kesatuan tempat tinggal, yaitu wilayah Nusantara yang terbentang dari Sabang sampaiMerauke.4)  Adanya cita-cita bersama untuk mencapai kemakmuran dan keadilan sebagai suatu bangsa.Faktor-faktor pembentuk bangsa Indonesia tersebut, secara bertahap telah melahirkan negaraIndonesia. Secara runtut, perkembangan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah:1)  Adanya kesadaran dari seluruh bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa.Bangsa Indonesia memiliki tekad kuat untuk menghapus segala penindasan dan penjajahan yang ada di Indonesia.2)  Kesadaran akan hak kemerdekaan tersebut mendorong bangsa Indonesia untuk berjuang melawan penjajah. Perjuangan panjang bangsa Indonesia menghasilkan proklamasi.  Proklamasiinilah yang mengantarkan bangsa Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaan.3)  Terjadinya negara Indonesia adalah kehendak bersama seluruh rakyat Indonesia dan atas rahmatTuhan Yang Maha Kuasa.4)  Setelah merdeka, negara Indonesia menyusun alat-alat kelengkapan negara yang meliputi tujuannegara, bentuk negara, sistem pemerintahan negara, UUD negara, dan dasar negara. Dengandemikian, sempurnalah Indonesia sebagai sebuah negara.
https://kewarganegaraanku.wordpress.com/2011/11/12/proses-terjadinya-nkri/?_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C1297515564

Tugas Sejarah Menganalisis Sekitar Proklamasi oleh kelompok 4

Menganalisis Sambutan Rakyat Indonesia Setelah Mendengar Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945





Kemerdekaan yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 ternyata mendapat sambutan yang luar biasa di berbagai daerah, baik di Jawa maupun luar Jawa. Berikut ini dukungan terhadap pembentukan Negara Republik Indonesia.
a.    Di Sulawesi Selatan, Raja Bone (Arumpone) La Mappanjuki, yang masih tetap ingat akan pertempuran-pertempuran melawan Belanda pada awal abad XX, menyatakan dukungannya terhadap Negara Kesatuan dan Pemerintahan Republik Indonesia. Mayoritas raja-raja suku Makasar dan Bugis mengikuti jejak Raja Bone mengakui kekuasaan Dr. Sam Ratulangie yang ditunjuk pemerintah sebagai Gubernur Republik di Sulawesi.
b.    Raja-raja Bali juga mengakui kekuasaan Republik.
c.    Empat raja di Jawa Tengah (Mangkunegaran, Kasunanan Surakarta, Kasultanan, dan Paku Alaman Yogyakarta) menyatakan dukungan mereka kepada Republik Indonesia pada awal September 1945.
Dukungan yang sangat penting ditunjukkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dari Kasultanan Yogyakarta yang nampak dalam pernyataannya tanggal 5 September 1945. Dalam pernyataan tersebut Sri Sultan Hamengku Buwono IX menegaskan bahwa Negeri Ngayogyokarto Hadiningrat yang bersifat kerajaan sebagai Daerah Istimewa dalam Negara Republik Indonesia. Pernyataan tersebut merupakan suatu keputusan yang cukup berani dan bijak di dalam negara kerajaan yang berdaulat.
I.    Sulawesi Selatan
Pada tanggal 19 Agustus 1945, rombongan Dr. Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi, mendarat di Sapiria, Bulukumba. Setelah sampai di Ujungpandang, gubernur segera membentuk pemerintahan daerah. Mr. Andi Zainal Abidin diangkat sebagai Sekretaris Daerah. Tindakan gubernur oleh para pemuda dianggap terlalu berhatihati, kemudian para pemuda mengorganisasi diri dan merencanakan merebut gedung-gedung vital seperti studio radio dan tangsi polisi. Kelompok pemuda tersebut terdiri dari kelompok Barisan Berani Mati (Bo-ei Taishin), bekas kaigun heiho dan pelajar SMP. Pada tanggal 28 Oktober 1945 mereka bergerak menuju sasaran. Akibat peristiwa tersebut, pasukan Australia yang telah ada bergerak dan melucuti mereka. Sejak peristiwa tersebut gerakan pemuda dipindahkan dari Ujungpandang ke Polombangkeng
II.    Di Bali
Para pemuda Bali telah membentuk berbagai organisasi pemuda, seperti AMI, Pemuda Republik Indonesia (PRI) pada akhir Agustus 1945. Mereka berusaha untuk menegakkan Republik Indonesia melalui perundingan tetapi mendapat hambatan dari pasukan Jepang. Pada tanggal 13 Desember 1945 mereka melakukan gerakan serentak untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang, meskipun gerakan ini gagal.
III.    Gorontalo
Pada tanggal 13 September 1945 di Gorontalo terjadi perebutan senjata terhadap markas-markas Jepang. Kedaulatan Republik Indonesia berhasil ditegakkan dan para pemimpin Republik menolak ajakan untuk berunding dengan pasukan pendudukan Australia.
IV.    Rapat Raksasa di Lapangan Ikada
Rapat Raksasa dilaksanakan di Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) tanggal 19 September 1945. Sekitar 200.000 orang hadir dalam pertemuan tersebut. Pada peristiwa ini, kekuatan Jepang, termasuk tank-tank, berjaga-jaga dengan mengelilingi rapat umum tersebut. Rapat Ikada dihadiri oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta serta sejumlah menteri. Untuk menghindari terjadinya pertumpahan darah, Presiden Soekarno menyampaikan pidato yang intinya berisi permintaan agar rakyat memberi kepercayaan dan dukungan kepada pemerintah RI, mematuhi perintahnya dan tunduk kepada disiplin. Setelah itu Presiden Soekarno meminta rakyat yang hadir bubar dan tenang.
V.    Terjadinya Insiden Bendera di Hotel
Insiden ini terjadi pada tanggal 19 September 1945, ketika orang-orang Belanda bekas tawanan Jepang menduduki Hotel Yamato, dengan dibantu segerombolan pasukan Serikat. Orang-orang Belanda tersebut mengibarkan bendera mereka di puncak Hotel Yamato. Hal tersebut memancing kemarahan para pemuda. Hotel tersebut diserbu para pemuda, setelah permintaan Residen Sudirman untuk menurunkan bendera Belanda ditolak penghuni hotel. Bentrokan tidak dapat dihindarkan. Beberapa pemuda berhasil memanjat atap hotel serta menurunkan bendera Belanda yang berkibar di atasnya. Mereka merobek warna birunya dan mengibarkan kembali sebagai Merah Putih.
VI.    Di Yogyakarta
Di Yogyakarta perebutan kekuasaan secara serentak dimulai tanggal 26 September 1945. Sejak pukul 10 pagi semua pegawai instansi pemerintah dan perusahaan yang dikuasai Jepang melaksanakan aksi mogok. Mereka memaksa agar orang-orang Jepang menyerahkan aset dan kantornya kepada orang Indonesia. Tanggal 27 September 1945 Komite Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta mengumumkan bahwa kekuasaan di daerah tersebut telah berada di tangan Pemerintah Republik Indonesia. Pada hari itu juga di Yogyakarta diterbitkan surat kabar Kedaulatan Rakyat.
VII.    Sumatra Selatan
Dukungan dan perebutan kekuasaan terjadi di Sumatra Selatan pada tanggal 8 Oktober 1945, ketika Residen Sumatra Selatan dr. A.K. Gani bersama seluruh pegawai Gunseibu dalam suatu upacara menaikkan bendera Merah Putih. Setelah upacara selesai, para pegawai kembali ke kantornya masing-masing. Pada hari itu juga diumumkan bahwa di seluruh Karesidenan Palembang hanya ada satu kekuasaan yakni kekuasaan Republik Indonesia. Perebutan kekuasaan di Palembang berlangsung tanpa insiden, sebab orang-orang Jepang telah menghindar ketika terjadi demonstrasi.
VIII.    Pertempuran Lima Hari di Semarang
Peristiwa ini terjadi di Semarang pada tanggal 15 – 20 Oktober 1945. Peristiwa itu berawal ketika 400 orang veteran AL Jepang yang akan dipekerjakan untuk mengubah pabrik gula Cepiring menjadi pabrik senjata memberontak ketika akan dipindahkan ke Semarang. Tawanan-tawanan tersebut menyerang polisi Indonesia yang mengawal mereka. Situasi bertambah hangat dengan meluasnya desas-desus bahwa cadangan air minum di desa Candi telah diracuni. Dr. Karyadi yang meneliti cadangan air minum tersebut meninggal ditembak oleh Jepang. Pertempuran mulai pecah dini hari tanggal 15 Oktober 1945 di Simpang Lima. Pertempuran berlangsung lima hari dan baru berhenti setelah pimpinan TKR berunding dengan pimpinan pasukan Jepang. Usaha perdamaian dipercepat dengan mendaratnya pasukan Sekutu di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945 yang kemudian menawan dan melucuti senjata tentara Jepang. Untuk mengenang keberanian para pemuda Semarang dalam pertempuran tersebut, maka dibangunlah Tugu Muda yang terletak di kawasan Simpang Lima, Semarang.
IX.    Di Bandung
Pertempuran diawali dengan usaha para pemuda untuk merebut pangkalan Udara Andir dan pabrik senjata bekas ACW (Artillerie Constructie Winkel, sekarang Pindad). Usaha tersebut berlangsung sampai datangnya pasukan Sekutu di Bandung tanggal 17 Oktober 1945.
X.    Kalimantan
Di beberapa kota di Kalimantan mulai timbul gerakan yang mendukung proklamasi. Akibatnya tentara Australia yang sudah mendarat atas nama Sekutu mengeluarkan ultimatum melarang semua aktivitas politik, seperti demonstrasi dan mengibarkan bendera Merah Putih, memakai lencana Merah Putih dan mengadakan rapat. Namun kaum nasionalis tidak menghiraukannya. Di Balikpapan tanggal 14 November 1945, tidak kurang 8.000 orang berkumpul di depan komplek NICA sambil membawa bendera Merah Putih.
XI.    Sulawesi Utara
Usaha menegakkan kedaulatan di Sulawesi Utara tidak padam, meskipun tentara NICA telah menguasai wilayah tersebut. Pada tanggal 14 Februari 1946, para pemuda Indonesia anggota KNIL tergabung dalam Pasukan Pemuda Indonesia (PPI) mengadakan gerakan di Tangsi Putih dan Tangsi Hitam di Teling, Manado. Mereka membebaskan tawanan yang mendukung Republik Indonesia antara lain Taulu, Wuisan, Sumanti, G.A. Maengkom, Kusno Dhanupojo, dan G.E. Duhan. Di sisi lain mereka juga menahan Komandan Garnisun Manado dan semua pasukan Belanda di Teling dan penjara Manado. Dengan diawali peristiwa tersebut para pemuda menguasai markas Belanda di Tomohon dan Tondano. Berita tentang perebutan kekuasaan tersebut dikirim ke pemerintah pusat yang saat itu di Yogyakarta dan mengeluarkan Maklumat No. 1 yang ditandatangani oleh Ch.Ch. Taulu. Pemerintah sipil dibentuk tanggal 16 Februari 1946 dan sebagai residen dipilih B.W. Lapian.
Dapat diambil kesimpulan bahwa dalam menyambut proklamasi sebagai berikut :
1. Mula-mula rakyat tidak percaya berita proklamasi tersebut.
2. Luapan kegembiraan rakyat menyambut proklamasi.
3. Mengadakan rapat raksasa.
4. Para pemuda membentuk angkatan muda Indonesia.
5. Upaya pengambilalihan kekuasaan dari Jepang.
6. Upaya merebut gedung kantor pemerintahan.
7. Tekad mempertahankan kemerdekaan.
Sumber :
1.    https://history1978.wordpress.com/2011/07/24/peristiwa-sekitar-proklamasi-dan-pembentukan-negara-kesatuan-republik-indonesia-menyambut-66-tahun-indonesia-merdeka/
2.    http://historimaos.blogspot.co.id/2010/10/lks-sejarah-xii-ips_20.html

Mendeskripsikan Sambutan Masyarakat Boyolali Setelah Mendengar Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Melakukan serangan pembalasan diseluruh pangkalan Jepang. Kerena posisi makin tersedak, maka Jepang bersiap - siap membuat pertahanan terakhir dan membuat persembunyian di daerah - daerah jika sewaktu - waktu sekutu berhasil menguasainya.
Pada situasi itu Boyolali dijadikan tempat pertahanan dan perlindungan, bahkan mungkin untuk seluruh Karesidenan Surakarta dipusatkan di Boyolali. Tempat – tempat pertahanan maupun persembunyian itu antara lain :
a.    Daerah Kecamatan Musuk : Tampir, Gares, Sukorame,. Tempat ini digunakan untuk menyimpan bahan makanan dan bermacam – macam kebutuhan harian.
b.    Kecamatan Cepaga, dibuat goa – goa yang dapat membuat beribu – ribu orang. Gua itu terletak di lereng gunung Merapi bagian Timur.
c.    Kecamatan Nogosari : Glonggong, Gunung Madu terdapat gua – gua untuk menyimpan senjata.
d.    Bangak, Kecamatan Banyudono, terdapat gudang mesin
e.    Bulu, Simo, Wonosegoro, juga dibuat gua – gua untuk persiapan gerilya, serta di Teras dibuat persiapan lapangan terbang. (Sarjono,11-10-1981;Mandani 16-10-1981).
Dalam membuat pertahanan, Jepang menggunakan tenaga rakyat secara paksa dibawah todongan senjata tentara Jepang. Mereka hanya diberi makan sehari sekali dengan setengah panci grontol jagung ( Soewarso, 1976 : 27). Oleh karena itu tidak mengherankn apabila beratus-ratus rakyat meninggal dunia dalam melakukan kerja paksa tersebut. Tidak mengherankan pula kalau kejadian tersebut menimbulkan rasa dendam yang membara dihati rakyat, yang pada suatu saat bisa meledak menjadi satu perlawanan terhadap kekuasaan pendudukan tentara Jepang. Dalam hal ini peranan pemuda memegang peranan penting di dalam perebutan kekuasaan di daerah Boyolali.
Berita tentang persiapan Proklamasi Kemerdekaan telah dapat diketahui oleh para tokoh pemuda Boyolali, utusan pemuda Markas Besar Barisan Pelopor jakarta, yaitu Supeno, tanggal 16 Agustus 1945. Jadi sehari sebelum Proklamasi dicetuskan (Mandani, 16-10-1981; Harbuntalib, catatan pribadi, 17-10-1974). Menyambut adanya berita proklamasi dari Jakarta, para pemuda Barisan Pelopor dan Poetra Boyolali berkumpul di rumah Mandani untuk menyusun rencana kerja yang akan dilakukan.
Berita proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 diterima terlambat oleh daerah, karena alat-alat perhubungan pada masa itu sulit dan mendapatkan rintangan dari pemerintah Jepang. Di Boyolali karena sebelumnya telah mendapatkan berita, maka pada 17 Agustus 1945 para pemuda dengan radio yang disimpan secara rahasia di Barisan Pelopor, dapat mengikuti Proklamasi Kemerdekaan di Jakarta ( Mandani, 16-10-1981).
Markas Cabang Barisan Pelopor di Boyolali berpusat dirumah Amongwardoyo, jalan Merbabu Boyolali. Dengan radio gelap itulah para anggota Barisan Pelopor mengetahui pidato Bung Karno tentang proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Berita itu segera disiarkan dengan bantuan dari Angkatan Muda Indonesia (AMI). Pada tanggal 19 Agustus 1945 ada seorang pemuda dari Solo bernama Indromarjoko, memberikan plakat-plakat tentang kemerdekaan dan Lencana Merah Putih untuk ditempelkan pada dinding gedung-gedung di tepi jalan. Dengan tindakan demikian berarti memberikan penerangan kepada masyarakat tentang telah adanya proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Disamping itu para pemuda secara sepontan mengibarkan bendera merah putih yang pertama kali di halaman kantor kabupaten, setelah didahului dengan penurun bendera Jepang. Pengibar benderanya : Mandani dan Amongwardoyo dengan disaksikan oleh RNg.Swonopranoto, Harbuntalib, Soebagiyo, Sutrisno, Kunto Sudarsono, dan beberapa orang yang lain ( Wardoyo, 26-10-1981; Mandani, 16-10-1981; Sutrisno 23-01-1982)
Pada sore harinya bendera diturunkan oleh bipati Boyolali RT Reksonagoro. Bahkan karena adanya ultimatum dari bupati tersebut maka pengibran bendera merah putih dipindahkan kesebelah selatan Benteng Renovatum, yang sekarang bernama lapangan Olahraga Kridanggo. Piket penjagaan bendera diadakan dan diatur secara terus menerus bergiliran. Dengan adanya larangan pengibaran bendera tersebut kiranya justru merupakan cambuk tumbuhnya semangat nasional merebut pemerintahan dari tangan Jepang ( Sastosuroso, 16-02-1982)
Hal tersebut terbukti, karena tidak lama kemudian terjadi peristiwa “Penyerobotan Kekuasaan“ dari tangan Bupati RT Reksonagoro oleh para pemuda. Memang pelaksanaan menegakkan pemerintahan Republik di daerah Boyolali yang dialkukan oleh para pemuda menghadapi dua hal yang harus segera diatasi, yaitu : pengambilan alihan kekuasaan dari pemerintah Pangreh Praja kasunanan dan pemindahan kekuasaan dari tangan Jepang.






Mengidentifikasi Proses Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Sejak Proklamasi Hingga Akhir 1945

Proses Terbentuknya Negara Dan Pemerintah Republik Indonesia
Pada saat mengakiri pidato dalam rangka pembacaan teks proklamsi tanggal 17 Agustus 1945 itu, Bung Karno berkata “Kita sekarang telah merdeka. Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusun negara kita! Negara merdeka, negara republik Indonesia merdeka, kekal dan abadi. Insya  Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu”. Beberapa saat setelah proklamasi, rakyat bergerak tanpa dikomando untuk menasionalisasi seluruh aset-aset tentara pendudukan Jepang. Para pemimpin melakukan konsulidasi untuk menata sistem kenegaraan sistem demokrasi, monarki dan lain-lain.
Sehari setelah proklamasi, PPKI mengadakan sidangnya pada tanggal 18 Agustus 1945, meskipun mendapat kritikan dari golongan muda seperti Sukarni, Chairul Saleh dan Wikana. Sidang dipimpin langsung oleh Ir. Sukarno. Tidak lebih dari dua jam, sidang menyepakati beberapa keputusan terhadap rancangan Pembukaan dan undang-undang dasar yang telah disiapkan BPUPKI, yaitu :
Pembahasan PPKI
a.    Bab III Pasal 4 Presiden harus beragama Islam, mengingat sebagian besar rakyat beragama IslamPresiden diganti menjadi presiden ialah orang Indonesia asli
b.    Jumlah wakil presiden ditetapkan dua orangdirevisi menjadi Jumlah wakil presiden ditetapkan satu orang saja
c.    Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan, direvisi menjadi Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan menurut undang-undang dasar
d.    Negara berdasar atas ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, direvisi menjadi Negara berdasar atas ketuhanan Yang Maha Islam
Dengan beberapa revisi tersebut, rancangan pembukaan dan undang-undang dasar disahkan oleh PPKI sebagai Undang-Undang Dasar RI 1945.
PPKI mengadakan pemilihan presiden dan wakil presiden. Sebelum acara pemilihan, Bung Karno selaku ketua sidang mengusulkan agar pasal 3 dalam aturan peralihan bisa disahkan terlebih dahulu. Pasal itu antara lain berbunyi : Untuk pertama kali presiden dan wakil presiden dipilih oleh PPKI. Setelah disepakati, Otto Iskandardinata mengajukan usul agar pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan secar aklamsi, sedangkan calon yang ia usulkan adalah Bung Karno sebagai presiden dan Bung Hatta sebagai wakil presiden. Tanpa adanya kesulitan semua peserta sidang secara aklamsi bisa menerimanya. Demikian setelah menetapkan Mukadimah dan UUD 1945, PPKI menetapkan Ir. Sukarno sebagai presiden dan Drs. Muh. Hatta sebagai wakil presiden.
Sebelum menutup sidang PPKI Bung Karno menunjuk sembilan orang sebagai Panitia Kecil yang harus menyusun rencana mengenai masalah-masalah yang sangat mendesak seperti pembagian wilayah negara, kepolisian, tentara kebangsaan, dan perekonomian. Sidang tanggal 19 Agustus 1945 PPKI berhasil membentuk alat kelengkapan negara dan pemerintah
Keputusan sidang PPKI tanggal 19 Agustus 1945:
1.    Untuk sementara waktu daerah negara Indonesia dibagi dalam delapan propinsi yang masing-masing dikepalai oleh seorang gubenur. Provinsi-provinsi tersebut :

a.    Jawa Barat
b.    Jawa Tengah
c.    Jawa Timur
d.    Sumatra
e.    Borneo (Kalimantan)
f.    Sulawesi
g.    Maluku
h.    Sunda Kecil (Nusa Tenggara)

2.    Daerah propinsi dibagi dalam karesidenan yang dikepalai oleh seorang residen. Gubenur dan residen dibantu oleh Komite Nasional daerah.
3.    Pemerintah Republik Indonesia akan dibagi dalam dua belas departemen (kementrian), yaitu :
a.    Departemen Dalam Negeri
b.    Departemen Luar Negeri
c.    Departemen Kehakiman
d.    Departemen Keuangan
e.    Departemen Kesehatan
f.    Departemen Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan
g.    Departemen Sosial
h.    Departemen Pertahanan
i.    Departemen Penerangan
j.    Departemen Perhubungan
k.    Departemen Pekerjaan Umum.

4.    Mengenai Pertahanan :
a.    PETA di Jawa dan Bali serta Laskar Rakyat di Sumatera dibubarkan
b.    Aktivitas prajurit Heiho dihentikan
c.    Tentara Kebangsaan Indonesia supaya segera dibentuk oleh presiden.
Setelah menyelewsaikan persidangan, pada malam harinya presiden dan wakil presiden berdiskusi dengan beberapa tokoh perjuangan antara lain : Mr. Sartono, Suwiryo, Otto Iskandadinata, Sukardjo Wirjopranoto, dr. Buntaran, Mr. A.G. Pringgodigdo, Sutardjo Kartohadikusumo, dan dr. Tajuludin untuk membahas keanggotaan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Hasil pembahasan dibawa ke sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945. Dalam sidang berhasil ditetapkan  :
1.    Pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dengan kepengurusan:
Mr. Kasman Singodimedjo (ketua), Sutardjo Kartohadikusumo (wakil ketua I), Mr. Latuharhary (wakil ketua II), dan Adam Malik (wakil ketua III), serta
2.    Penetapan Partai Nasional.
Sidang pertama tanggal 29 Agustus 1945 KNIP mengeluarkan Mosi Rakyat antara lain :
•    Bangsa Indonesia menuntut pengakuan kemerdekaan dari seluruh dunia dengan terlaksananya negara Republik Indonesia sekarang ini, sebagai salah satu syarat bagi perdamaian internasional
•    Maklumat tentang kewajiban rakyat Indonesia untuk serentak mendukung pemerintah negara Republik Indonesia merdeka, dengan mencurahkan segenap pikiran, tenaga, harta benda, dan jiwa raga bagi keselamatan serta kemakmuran bangsa Indonesia.
Tanggal 2 September 1945 Presiden Ir. Soekarno mengumumkan pembentukan kabinet Republik Indonesia pertama. sesua dengan UUD 1945 maka kabinet itu dipimpin oleh presiden. Anggota kabinetnya antara lain :
1.    RAA Wiranata Kusumah (Mendagri),
2.    Mr. Ahmad Subardjo (Menlu),
3.    Mr. AAMaramis (Menkeu),
4.    Mr Dr Soepomo (Menkeh),
5.    Ir Surachman Tjokroadisuryo (Menteri Kemakmuran),
6.    Suprijadi (Menteri Keamanan Rakyat),
7.    Dr. Buntaran Martoatmadjo (Menkes),
8.    Ki Hajar Dewantoro (Menteri pengajaran),
9.    Mr Amir Syarifuddin (Menpen),
10.    Mr. Iwa Kusumasumantri (Mensos),
11.    Abikusno Tjokrosujoso (Men PU dan Menhub ad interim).
Selain itu presiden Ir Soekarno juga mengangkat empat menteri negara yaitu :
1.    Wachid Hasjim,
2.    Dr. M Amir,
3.    Mr. RM Sartono, dan
4.    R Otto Iskandadinata,
serta empat pejabat negara lainnya, yaitu :
1.    Mr. Dr Kusumah Atmadja (Ketua MA),
2.    Mr Gatot Tarunamihardja (Jaksa Agung),
3.    Mr AG Pringgodigdo (Mensegneg), dan
4.    Sukardjo Wirjopranoto (Juru Bicara Negara).
Tanggal 5 Oktober 1945 Ir Soekarno mengenguarkan maklumat, yang isinya :
“Untuk memperkuat perasaan keamanan umum, maka diadakan satu Tentara Keamanan Rakyat (TKR)“.
Semula yang diangkat sebagai pimpinan tertinggi TKR adalah Supriyadi. Namun tokoh PETA yang melakukan pemberontakan di Blitar tahun 1944 tidak pernah muncul, maka dalam rapat komandan-komandan devisi seluruh Indonesia tanggal 12 Nopember 1945 di Yogyakarta, terpilihlah Sudirman (Kepala Divisi IV yang berkedudukan di Purwokerto). Maka mulai tanggal 18 Desember 1945 Jenderal Sudirman bertindak sebagai Panglima Besar TKR, Letnan Jenderal Urip Sumohardjo sebagai Kepala Staf Umum TKR, dengan 10 Divisi TKR di Jawa dan 6 Devisi TKR di Sumatra.
Dukungan Daerah terhadap Pembentukan Negara dan Pemerintah Republik Indonesia.
Sehari setelah proklamasi kemerdekaan dibacakan, yaitu tanggal 18 Agustus 1945 keluarlah dua maklumat penting, yaitu :
1.    Berasal dari presiden dan wakil presiden yang antara lain berisi permintaan agar rakyat Indonesia dari segenap lapisan tinggal tentram, tenang, siap sedia, dan memegang teguh kedisiplinan.
2.    Dari Komite Nasional Indonesia yang berisi agar rakyat menjaga nama dan kehormatan bangsa dengan menjauhkan segala pikiran dan perbuatan yang jahat-jahat dengan memegang teguh ketentraman umum.
Sumber :
1.    http://dchristianronald.blogspot.co.id/2013/02/perestiwa-perestiwa-sekitar-proklamasi.html
2.    https://jagoips.wordpress.com/2013/01/08/peristiwa-sekitar-proklamasi-sampai-terbentuknya-nkri/

 Disusun Oleh:
1.    Febriyanti        (10)
2.    Galih Tama Ramadhani    (11)
3.    Gradia Optisela        (12)

Tugas Sejarah Menganalisis Sekitar Proklamasi oleh kelompok 10

1)    Reaksi masyarakat Indonesia menyambut proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945
   Setelah Proklamasi berhasil dirumuskan dan dibacakan Bung Karno berpesan kepada para pemimpin yang bekerja di pers dan kantor berita terutama BM. Diah untuk memperbanyak teks proklamasi dan menyiarkan ke seluruh dunia. Alat komunikasi utama yang dipergunakan untuk menyebarluaskan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia saat itu adah radio. Pada tanggal 17 Agustus 1945 teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio Kantor Waidon B. Polenewen dari seorang wartawan Donei yaitu Syahrudin. Setelah itu, F. Wus (seorang markonis) menyiarkan proklamasi berturut-turut setiap setengan jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti walaupun dilarang oleh pihak Jepang. Jepang menentang upaya penyiaran tersebut, bahkan pimpinan  tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita proklamasi dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar radio disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Para pemuda akhirnya membuat pemancar baru dengan bantuan beberapa orang teknisi radio dari Kantor Berita Domchi. Di Menteng 31 pemuda berhasil merakit pemancar baru dengan kode panggilan DJKI. Selain melalui siaran radio berita proklamasi juga disiarkan melalui surat kabar.Diantaranya “Suara Asia “ di Surabaya dan “Cahaya” di Bandung. Karena alat komunikasi yang terbatas Informasi mengenai kemerdekaan Indonesia ke daerah tidak secepat di Jakarta. Bahkan saat itu sebagian rakyat di daerah tidak percaya setelah mendengar pemberitaan melalui radio mengenai kemerdekaan Indonesia. Barulah pada bulan September 1945 Proklamasi diketahui di wilayah terpencil di Indonesia. Para pemuda dengan semangatnya sebagai pelopor dalam berbagai kegiatan untuk menyambut proklamasi kemerdekaan 1945 di berbagai daerah di Indonesia.
   Dalam menyambut Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, rakyat mengartikan bahwa Bangsa Indonesia telah bebas dari penjajahan, oleh karena itu hal-hal yang menyangkut tentang keamanan dan pemerintahan negara Indonesia itu menjadi tanggung jawab Bangsa Indonesia sendiri. Untuk itu maka para pemuda berusaha mengambil alih kekuasaan dari tangan Jepang dengan sasaran :
1.    Menduduki kantor-kantor pemerintah
2.    Menurunkan bendera Hinomaru dan menggantikan dengan bendera Merah Putih
3.    Pencarian senjata dan alat perang dan menjaga kemungkinan segala hal, yang ingin menggagalkan kemerdekaan.

Sambutan di berbagai daerah :
1.    Rapat Raksasa di Lapangan IKADA
   Berlokasi di Lapangan IKADA (Ikatan Atletik Djakarta) di sebelah selatan Lapangan Monas. Pada tanggal 19 September 1945, rakyat Jakarta yang dipelopori oleh para pimpinan Komite Van Aksi untuk memperingati 1 bulan Proklamasi Kemerdekaan, mengadakan rapat raksasa di Lapangan Ikada dengan tujuan para pemimpin Bangsa Indonesia dapat berbicara langsung di hadapan rakyat Indonesia. Rakyat telah siap menunggu perintah dan tugas-tugas selanjutnya dalam rangka mendukung dan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Jepang yang sebelumnya telah diultimatum oleh Sekutu, bahwa Jepang tidak boleh merubah status quo, maka Jepang akhirnya melarang rapat tersebut. Agar tidak terjadi berontak senjata antara Bangsa Indonesia dengan prajurit Jepang yang telah menjaga ketat lapangan IKADA, maka Bung Karno hanya menyampaikan pidato singkat, pidato tersebut berisi kepercayaan rakyat terhadap para pimpinan bangsa dan massa dipersilahkan untuk kembali dengan tertib dan tenang.
   Hal ini merupakan suatu kenyataan bahwa rakyat dengan sadar berjuang mempertahankan kemerdekaan yang semakin lama semakin kuat dengan suatu tekad “Merdeka atau Mati”. Rapat raksasa di Lapangan IKADA hanya berlangsung beberapa menit, tetapi berhasi mempertemukan rakyat dengan pemerintah Republik Indonesia.
Makna Rapat Raksasa di Lapangan IKADA:
i.    Rapat tersebut berhasil mempertemukan pemerintah Republik Indonesia dengan rakyatnya.
ii.    Rapat tersebut merupakan perwujudan kewibawaan pemerintah Republik Indonesia terhadap rakyat.
iii.    Menanamkan kepercayaan diri bahwa Rakyat Indonesia mampu mengubah nasib dengan dengan kekuatan sendiri.
iv.    Rakyat mendukung pemerintah yang baru terbentuk. Buktinya, setiap instruksi pimpinan mereka laksanakan.

2.    Insiden Bendera di Hotel Yamato
   Di Surabaya, tanggal 11 September 1945 para pemuda mengadakan rapat umum di Pasar Turi dan dilanjutkan dengan perebutan senjata di markas-markas tentara Jepang di seluruh kota di Surabaya. Tanggal 19 September 1945 terjadi insiden bendera di Hotel Yamato (sekarang Hotel Majapahit Surabaya) di Jalan Tunjungan no. 65 Surabaya, yang disebabkan oleh orang Belanda bekas tawanan Jepang menduduki Hotel Yamato dibantu oleh RAPWI (Rehabilitation Allied Prisoners of War and Interness) dan mengibarkan bendera Belanda di puncak hotel tersebut. Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W. V. Ch Ploegman pada malam hari tanggal 19 September 1945 pukul 21.00 mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru) tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya marah kemudian menyerbu hotel, karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasaan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang saat itu sedang berlansung di Surabaya. bendera Belanda diturunkan dan dirobek birunya untuk dikibarkan sebagai bendera Merah Putih.
   Kabar tersebut tersebar cepat di Seluruh Kota Surabaya, dan Jl. Tunjungan dalam tempo singkat dibanjiri oleh massa yang marah. Massa terus mengalir hingga memadati halaman hotel serta halaman gedung yang berdampingan penuh massa yang diwarnai amarah. Di sisi agak belakang halaman hotel, beberapa tenatara Jepang berjaga-jaga untuk mengendaliak situasi tak stabil tersebut.
   Insiden Hotel Yamato memiliki peranan penting dalam perang Kemerdekaan Indonesia. Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara AFNEI. Serangan-serangan kecil itu ternyata dikemudian hari berubah menjadi serangan umum yang memakan banyak korban baik di militer Indonesia dan Inggris maupun sipil dipihak Indonesia. Akhirnya Jendral D. C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Soekarno untuk meredakan situasi dan mengadakan gencatan senjata. Gencatan senjata tersebut gagal dan ditambah dengan matinya Brigadir Jendral Mallaby, berakibat pada dikeluarkannya ultimatum 10 November oleh pihak Inggris dan terjadinya pertempuran 10 November yang terbesar dan terberat dalam sejarah Perang Kemerdekaan Indonesia dan ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.
3.    Di Yogyakarta
   Pada tanggal 5 September 1945, Sri Sultan Hamengkubuwono IX menyatakan bahwa Kesultanan Ngayogyakarta sebagai Daerah Istimewa “Republik Indonesia”. Sejak saat itu para pegawai (bangsa Indonesia) dari instansi pemerintah maupun perusahaan Jepang mogok, menuntut agar Jepang menyerahkan semua kantor kepada orang Indonesia.
4.    Di Bandung
   Tanggal 9 Oktobre 1945, terjadi berontak antara para pemuda dengan tentara Jepang ketika berusaha merebut pangkalan udara Andir dan pabrik senjata ACW (Artiller ContruktieWinkel).
5.    Di Makassar
   Tanggal 27 Oktober 1945 para pemuda bersatu menyerang obyek-obyek yang diduduki oleh NICA yang dibantu oleh Australia, sehingga serangan pemuda gagal.
6.    Di Sulawesi Utara
   Tanggal 14 Februari 1946 pemuda KNIL yang tergabung dalam Pasukan Pemuda Indonesia mengadakan gerakan di tangsi hitam, tangsi putih di Keling Manado dan juga menguasai markas Belanda di Tomohon dan Tondano.
7.    Di Kutaraja (Banda Aceh)
   Terjadi pada tanggal 6 Oktober 1945 para pemuda membentuk Angkata Pemuda Indonesia (API), mengibarkan bendera merah putih dan mengambil alih kekuasaan terhadap kantor-kantor milik Jepang.
8.    Di Medan
    Berita tentang kemerdekaan dibawa oleh Gubernur yaitu Teuku Moh. Hassan. Mendengar berita ini, segera para pemuda yang dipelopori oleh Achmad Tahir membentuk Barisan Pemuda Indonesia, yang kemudian pada tanggal 4 Oktober 1945 berusaha mengambil alih gedung-gedung pemerintah dan merebut senjata dari tangan Jepang.
9.    Di Padang
    Organisasi Balai Penerangan Pemuda Indonesia dibentuk di bawah pimpinan Ismail Lengah. Sedangkan di Bukit Tinggi dibentuk Organisasi Pemuda Indonesia/Pemuda Republik Indonesia, keduanya mempelopori perebutan kekuasaan dari tangan Jepang.
10.    Di Palembang
   Tanggal 22 Agustus Dr. A.K. Gani memprakarsai pertemuan sebagai persiapan untuk mengambil alih kekuasaan Drg. M. Isa membentuk Komite Nasional Indonesia, Hasan Kasim dan Bambang Utoyo membentuk Penjaga Keamanan Rakyat, Milan membentuk Barisan Pemuda Republik Indonesia.
11.    Di Banjaramasin
   Tanggal 16 Oktober 1945, rakyat melakukan rapat umum untuk meresmikan berdirinya Pemerintah RI Daerah Kalimantan Selatan. 9 November 1945 perlawanan terhadap Sekutu diadakan, dengan membakar rumah penjara tempat menahan para pejuang.
12.    Di Pontianak
   Para pemuda mantan Heiho dan Bogodan (pembantu polisi membentuk Badan Penjaga Keamanan) pada Agustus 1945.
13.    Di Singaraja, Bali
   Pemuda membentuk Angkatan Muda Indonesia (AMI) dan Pemuda Republik indonesia (PRI) pada Agustus 1945 yang kemudian mengadakan serangan-serangan terhadap asrama militer Jepang meskipun dapat digagalkan oleh Jepang.
14.    Di Gorontalo
   Setelah berhembus berita kekalahan Jepang terjadi perebutan kekuasaan pemerintahan dari tangan Jepang, dan ketika tentara Australia memasuki kota, mereka menolak berdamai.
15.    Di Biak
   Para pemuda menyerbu kamp NICA dan Tangsi Sorido pada tanggal 14 Maret 1948 yang mengakibatkan serbuan gagal, dua orang pemimpin ditangkap dijatuhi hukuman mati dan seumur hidup.
2)    AGRESI MILITER BELANDA II DI BOYOLALI
     Desa Kebonbimo merupakan markas Tentara Pelajar SA/CSA dari Seksi II/Kompi I yang dipimpin oleh Sunardi (Kebo). Anggotanya tersebar di wilayah Desa Kebonbimo dan Ngargosari. Sedangkan Seksi I yang dipimpin oleh Soeyono para anggotanya tersebar di Desa Metuk, Dlingo dan Mudal. Kompi I SA/CSA yang dipimpin oleh Muktio bermarkas di Timur Desa Pager tepatnya di Dukuh Kentengsari, Desa Kener yang masuk wilayah dari Kabupaten Semarang (Panitia Peresmian Gedung SMA Tlatar-Boyolali, 1982:5). Secara tidak resmi Dukuh Tlatar Desa Kebonbimo menjadi pusat tempat berkumpulnya Tentara Pelajar SA/CSA dari Kompi I yang meliputi Seksi I yang bermarkas di Desa Metuk, Seksi II di Desa Kebonbimo maupun pasukan Staf Kompi yang bermarkas di Dukuh Kentengsari Desa Kener (Timur Desa Pager) yang masuk dalam wilayah kabupaten Sema-rang. Dengan seringnya Dukuh Tlatar digu-nakan sebagai tempat berkumpul, sehingga pasukan Belanda mengira bahwa Tlatar sebagai markas resmi dari Pasukan SA/CSA Kompi I pimpinan Muktio. Karena sebetul-nya hanya dari Seksi II yang bemarkas di Dukuh Tlatar Desa Kebonbimo (Panitia Peresmian Gedung SMA Tlatar Boyolali, 1982:17).
     Desa Kebonbimo menjadi incaran Tentara Belanda karena mengira bahwa markas Kompi I dari Tentara Pelajar SA/CSA berada di Dukuh Tlatar. Karena Desa Kebonbimo terletak paling belakang dibandingkan desa-desa yang ditempati selain dari Seksi II, yang lainnya terletak dekat dengan kota Boyolali. Dukuh Tlatar Desa Kebonbimo sering didatangi teman-teman dari Seksi I yang bermarkas di Desa Metuk, maupun pasukan eks Pesindo untuk mandi atau berenang karena ada mata air yang jernih dan melimpah. Selama masa Agresi Militer Belanda II di Desa Kebonbimo diserang Belanda sebanyak 3 kali. Pada serangan yang pertama pasukan Belanda menghujani mortir dari luar Desa Kebonbimo. Serangan yang kedua Tentara Belanda berhasil dipukul mundur karena Tentara Pelajar SA/CSA sudah mengetahui dan bersiap ketika pasukan Belanda sudah sampai di pinggir Desa Kebonbimo. Serangan ketiga terjadi pada dini hari kurang lebih pukul 04.00 WIB (Keluarga Besar SA/CSA, T.T.:71-72). Untuk serangan yang ketiga kalinya, Tentara Belanda sudah masuk Desa Kebonbimo dan membangun-kan Tentara Pelajar SA/CSA yang dikenal dengan “TNI Bangun”. Tepatnya pada hari Sabtu tanggal 14 Juli 1949 dini hari, pasukan Belanda menyerang dari Boyolali melewati Dukuh Karang Tengah, Kebonbi-mo, dan Gatak yang datang dari arah Desa Kiringan. Setelah terjadi kejar-kejaran dari arah Barat Desa Kebonbimo setelah sampai di lapangan Dukuh Tlatar terjadi insiden tembak menembak antara pasukan Belanda dengan Tentara Pelajar SA/CSA yang dibantu oleh masyarakat Tlatar dan sekitarnya. Peristiwa ini dikalangan masyarakat Dukuh Tlatar dan sekitarnya dinamakan dengan “Perang Pruputan” (Panitia Peresmian Gedung SMA Tlatar Boyolali, 1982:17).
PERAN MASYARAKAT KEBONBIMO DALAM MENDUKUNG PERJUANGAN TENTARA PELAJAR SA/CSA
Pada masa Agresi Militer Belanda II di Desa Kebonbimo dibentuk Pasukan Gerilya Desa (Pager Desa). Karena Desa Kebonbimo termasuk daerah yang maju dan aktif dibandingkan desa-desa disekitarnya dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II, sehingga pemerintah Desa Kebonbimo membentuk pasukan gerilya desa (Pager Desa). Pager Desa bertugas sebagai keamanan desa atau memperluas dan memperdalam pertahanan keamanan ditingkat desa, kegiatan utama mengkoordinasi kegiatan sistem keamanan lingkungan (siskampling) di seluruh wilayah Desa Kebonbimo (Wawancara dengan Karso Diharjo, 27 Januari 2014).
Pemerintah Desa Kebonbimo mem-buat badan pertahanan desa yang berfungsi selain untuk keamanan di dalam desa dan umumnya diperbantukan untuk tenaga cadangan pasukan tentara untuk mempertahankan Negara Republik Indonesia. Sistem perekrutan untuk menja-di anggota Pager Desa Kebonbimo ialah dengan cara memanfaatkan para pemuda disetiap dukuh di wilayah Desa Kebonbimo. Rata-rata setiap dukuh ada 2 orang pemuda yang ditunjuk menjadi anggota Pager Desa Kebonbimo, yang sebelumnya sudah diseleksi oleh petugas dari pemerintah Desa Kebonbimo. Namun, jika dalam satu dukuh terdapat banyak pemuda maka tidak menutup kemungkinan lebih dari 2 orang yang ditunjuk sebagai perwakilan. Bayan Suroso ditugaskan pemerintah Desa Kebonbimo untuk menunjuk pemuda-pemuda di setiap dukuh yang memenuhi persyaratan menjadi anggota Pager Desa seperti yang diutamakan mempunyai pengalaman dalam ilmu kemiliteran dan belum menikah contohnya: dapat baris berbaris, mampu dalam menggunakan senjata, dan mampu bekerja sama secara kelompok. Pager Desa Kebonbimo mempunyai anggota kurang lebih 30 orang (Wawancara dengan Karso Diharjo, 18 Maret 2014). Setelah terbentuk dan disahkan oleh pemerintah militer tingkat Kecamatan dengan disaksikan oleh Kepala Desa, anggota Pager Desa Kebonbimo diberi pembekalan di Balai Desa tentang fungsi maupun tugas yang akan dilakukan beserta jadwal gerilya yang sudah dibagi dalam bentuk kelompok. Pada masa Agresi Militer Belanda II selain sudah dibentuk Pager Desa, di Desa Kebonbimo juga terdapat kesatuan Tentara Pelajar SA/CSA, dan ada kesatuan yang lainnya seperti: Pasukan eks Pesindo, dan ada juga dari Kepolisian (Wawancara dengan Tarjo Suwito, 18 Maret 2014).
Selama masa Agresi militer Belan-da II pasukan Tentara Pelajar SA/CSA yang berada di Desa Kebonbimo beserta Pager Desa yang dibentuk oleh pemerintah Desa Kebonbimo sering mengadakan pengha-dangan iring-iringan pasukan Belanda yang datang dari di jalan raya arah Salatiga-Solo atau sebaliknya di Jembatan darurat Kenteng. Usaha yang dilakukan yaitu melakukan pembongkaran jembatan yang bagian-bagiannya masih terbuat dari kayu menggunakan peralatan seadanya (Wa-wancara dengan Henri Sugiman, 28 Januari 2014). Dalam sambutan dari sesepuh (orang yang dituakan) Eks Tentara Pelajar SA/CSA pada peresmian gedung SMA Tlatar Boyolali di Dukuh Tlatar mengatakan bahwa betapa besar bantuan serta du-kungan masyarakat Tlatar dan sekitarnya kepada Tentara Pelajar SA/CSA para peju-ang gerilya. Semua itu diberikan dengan secara tulus ikhlas tanpa mengharapkan imbalan dengan dibuktikannya para Tentara Pelajar SA/CSA sudah dianggap sebagai keluarga sendiri, rumah dibukakan untuk berlindung dari ancaman Tentara Belanda dan makanan yang sudah pas-pasan disisihkan untuk Tentara Pelajar SA/CSA tanpa menghitung apa dan berapa yang sudah diberikan dengan tulus ikhlas (Panitia Peresmian Gedung SMA Tlatar-Boyolali, 1982:7).
Pada masa Agresi Militer Belanda II, Desa Kebonbimo menjadi salah satu daerah yang dijadikan markas Tentara Pelajar SA/CSA. Untuk makan dan tempat tinggal dibantu oleh masyarakat Desa Kebonbimo. Masyarakat bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan bagi Tentara Pelajar SA/CSA terutama dalam hal makan dan tempat tinggal. Dari pemerin-tah Desa Kebonbimo, selain Kepala Desa dan Perangkat Desa juga sudah menunjuk dan membagi kepada warga masyarakat yang dianggap mampu untuk bertanggung jawab kepada Tentara Pelajar SA/CSA. Di Desa Kebonbimo hanya 3 Dukuh yakni: Tlatar, Gatak, dan Kebonbimo yang terlihat secara kebetulan masyarakatnya dianggap mampu untuk bertanggung jawab kepada Tentara Pelajar SA/CSA sehingga tidak membebankan kepada rakyat yang tidak mampu. Ada 5 keluarga di setiap dukuh yang ditunjuk Kepala Desa Kebonbimo yaitu Citro Budoyo, diutamakan yang berketempatan untuk bertanggung jawab memberi makan dan menyediakan tempat tinggal. Kepala Desa bertanggung jawab untuk 10 Tentara Pelajar SA/CSA, Perang-kat Desa bertanggung jawab untuk 5 Tentara Pelajar SA/CSA, sedangkan untuk masyarakat biasa maupun Modin (tokoh agama) bertanggung jawab untuk 2 sampai 3 orang Tentara Pelajar SA/CSA (Wawancara dengan Henri Sugiman 5 Oktober 2013).
Perang gerilya Tentara Pelajar SA/CSA berhasil karena dukungan penuh dari rakyat yang berjuang tanpa pamrih, tanpa imbalan uang, malah seringkali mengalami resiko balas dendam dari Tentara Belanda berupa penyiksaan, pembakaran rumah-rumah desa serta perampasan harta benda mereka. Dalam bidang komunikasi peranan masyarakat Desa Kebonbimo sangatlah penting, salah satunya ialah menjadi mata-mata untuk para Tentara Pelajar SA/CSA. masyarakat mengenal dengan sebutan “Cenguk” (Wawancara dengan Henri Sugiman, 5 Oktober 2013). Pada masa Agresi Militer Belanda II, Untuk menjaga kesehatan masyarakat Desa Kebonbimo seringkali membuat ramuan sendiri untuk mengobati penyakitnya dengan cara tradisional. Mereka menggunakan daun-daunan yang mereka temukan di alam sekitar, meskipun pengetahuan mengenai obat-obatan sangat terbatas, hanya sebatas pertolong-an pertama. Penyakit yang sering menye-rang para Tentara Pelajar SA/CSA adalah gatal dan banyak kutu-kutu, untuk meng-obati gatal-gatal seperti kudis menggu-nakan Belerang (“Lirang” dalam Bahasa Jawa), dengan cara Belerang ditumbuk lalu dicampurkan dengan air dibuat untuk mandi karena pada masa itu para Tentara Pelajar SA/CSA pakaiannya terbatas (Wawancara dengan Tarjo Suwito, 27 Januari 2014).
KESIMPULAN
Selama masa Agresi Militer Belanda II masyarakat Desa Kebonbimo, Keca-matan Boyolali, Kabupaten Boyolali mem-punyai peran penting dalam keterlibatan mempertahankan Republik Indonesia dari penjajah Belanda. Pada masa Agresi Militer Belanda II, Desa Kebonbimo menjadi markas dari pasukan Tentara Pelajar SA/CSA dari Seksi II/Kompi I yang di pimpin oleh Sunardi (Kebo) dan juga terdapat kesatuan dari eks Pesindo dan Kepolisian. Masyarakat Desa Kebonbimo dengan Tentara Pelajar SA/CSA dan kesa-tuan lainnya, saling bekerja sama dalam menghadapi penjajah (tentara Belanda). Salah satunya yaitu masyarakat dengan Tentara Pelajar SA/CSA mengadakan aksi penghadangan di Jembatan darurat Kenteng dengan cara membongkar jembatan yang masih terbuat dari kayu dengan menggunakan peralatan seadanya.
Desa Kebonbimo mendapat se-rangan secara besar-besaran dari pasukan Belanda sebanyak 3 kali dan untuk peristiwa serangan yang ketiga kalinya pada tanggal 14 Juli 1949, kurang lebih sekitar pukul 04.00 WIB yang dipusatkan di lapangan Dukuh Tlatar. Di kalangan masyarakat peristiwa ini dikenal dengan “Perang Pruputan”. Selama masa Agresi Militer Belanda II peran masyarakat Desa Kebonbimo dalam mendukung perjuangan Tentara Pelajar SA/CSA pada tahun 1948-1949 diantaranya ikut serta menjadi anggota pasukan gerilya Desa Kebonbimo (Pager Desa Kebonbimo), sebagai penyedia jasa-jasa pendukung peperangan seperti memenuhi kebutuhan logistik, tempat tinggal, obat-obatan dan sebagai mata-mata.

3)    Proses Terbentunya NKRI dari proklamasi hingga akhir 1945
       Sebagai negara yang baru lahir, Indonesia belum memiliki Undang-Undang Dasar
yang berfungsi untuk mengatur segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
dalam rangka pembentukan negara dan pemerintahan Republik Indonesia maka
panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia melakukan beberapa langkah sebagai
berikut
I.    Dalam sidang yang berlangsung tanggal 18 Aagustus 1945 menghasilkan keputusan sebagai berikut.
i.    Mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar Republik indonesia yang kemudian dikenal sebagai Undang-Undang Dasar 1945. UUD 1945 merupakan hukum dasar tertulis, dirancang oleh BPUPKI tanggal 10-16 Juli 1945 dalam sebuah Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Rancangan UUD tersebut kemudian dibawa ke sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 untuk dibahas. Sebelum PPKI mengesahkan rancangan UUD, Soekarno dan Hatta menugaskan Ki Bagus Hadikusumo, K.H Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singadimejo, dan Mr. Teuku Moh. Hassan untuk membahas rancangan Pembentukan Undang-Undang Dasar. Rancangan tersebut kemudian dikenal dengan Piagam Jakarta. Namun, rancanga tersebut telah menimbulkan keberatan dari sejumlah pihak karena adanya kalimat yang dianggap membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa. Atas usul Drs. Moh. Hatta, rancangan UUD tersebut mengalami beberapa perubahan, antara lain sebagai berikut
a.    Dalam pembukaan UUD terdapat kalimat yang semula berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi pemeluknya”. Diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
b.    Dalam Bab III Pasal 6 yang sebelumnya menyatakan bahwa presiden ialah orang Indonesia asli yang beragama Islam, diubah menjadi presiden adalah orang Indonesia asli.
Setelah rancangan UUD tersebut selesai dimusyawarahkan kemudian
Disahkan menjadi UUD Republik Indonesia yang kemudian dikenal
Dengan UUD 1945. Dengan demikian bahwa sehari setelah proklamasi
Bangsa Indonesia telah memiliki landasan negara yang merupakan
Landasan bagi jalannya pemerintahan.
Pengesahan UUD 1945 yang diumumkan dalam Berita Republik
Indonesia tahun ke-2 No. 7  Tahun 1946, halaman 45-48.
Usaha yang telah disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945
mempunyai sistematika sebagai berikut:
a.    Pembukaa (mukadimah) yang meliputi empat alenia
b.    Batang tubuh UUD yang merupaka isi dan terdiri atas 16 bab, 37 pasal 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 Ayat aturan Tambahan
c.    Pembukaan UUD yang terdiri atas penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal.
ii.    Pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden RI yang pertama
Pemilihan Presiden beserta wakilnya pertama kali dilakukan oleh PPKI. Hal itu sejalan dengan ketentuan pada Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945. Pasal tersebut berbunyi: “Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden diangkat dan dipilih oleh PPKI”. Dalam sidang pertama PPKI tanggal 18 Agustus 1945, Otto Iskandardinata mengusulkan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan secara aklamasi. Beliau juga mengusulkan agar Ir. Soekarno menjadi Presiden dan Moh. Hatta menjadi Wakil Presiden. Usulan tersebut disetujui oleh anggota PPKI sehingga PPKI kemudian memilih dan menetapkan kedua tokoh itu masing-masing menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden RI diiringi oleh lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan oleh peserta sidang secara spontan.
iii.    Sebelum terbentunya Majelis Permusyawaratan Rakyat, pekerjaan Presiden untuk sementara waktu dibantu oleh Komite Nasional.
II.    Dalam sidangnya yang berlangsung 19 Agustus 1945menghasilkan keputusan sebagai berikut
i.    Pembagian wilayah menjadi 8 Provinsi
   Dalam sidang tanggal 19 Agustus 1945, PPKI telah menetapkan pemerintah RI untuk sementara waktu dibagi dalam delapan provinsi, masing-masing dikepalai oleh gubernur. Untuk membahas pemerintahan tersebut, Presiden Soekarno membentuk Panitia kecil, yang beranggotakan : Otto Iskandardinata, Subarjo, Sayuti melik, Iwa Kusumasumantri, Wiranata Kusumah, Dr. Amir, A.A. Hamidhan, Dr. Ratulangi, dan Ktut Puja. Kedelapan provinsi dan gubernurnya :

1.    Barat : Sutarjo Kartohadikusuma
2.    Jawa Tengah : R. Pamji Suroso
3.    Jawa Timur : R. A. Suryo
4.    Sunda Kecil (Nusa Tenggara) : Mr. I. Gusti Ktut Puja
5.    Maluku : Sumatera : Mr. Teuku Moh. Hassan
6.    Jawa Mr. J. Latuharhary
7.    Sulawesi : Dr. G.S.S.J. Ratulangi
8.    Borneo : Ir. Pangeran Mohammmad   Noor

Daerah provinsi dibagi menjadi beberapa karesidenan yang dikepalai oleh seorang residen. Gubernur dan residen dibantu oleh Komite Nasional Indonesia Daerah.
ii.    Pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat dan Daerah
   Dalam sidang tanggal 18 Agustus 1945, PPKI menegaskan perlunya pembentukan Komite Nasional sebelum MPR dan DPR terbentuk. Maka, pada tanggal 22 Agustus 1945 PPKI mengadakan sindang di Gedung Kebangkitan Rakyat Jawa Jakarta. Salah satu keputusannya adalah pembentukan Komite Nasional Indonesia. Badan ini sebagai DPR sebelum pemilu diselenggarakan. KNIP terdiri atas Komite Nasional Indonesia Pusat yang berada di Jakarta dan Komite Nasional Indonesia Daerah di tiap provinsi.Pembentukan KNIP secara resmi diumumkan oleh pemerintah tanggal 25 Agustus 1945. Beranggotakan 135 orang yang secara resmi dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945. Mr. Kasman Singodemejo (Ketua), Sutardjo Kartohadikusuma (Wk. Ketua I), Johanes Latuharhary(Wk. Ketua II), Adam Malik (Wk. Ketua III). KNIP menyelenggarakan sidang pada tanggal 16 Oktober 1945 di Gedung Balai Muslimin Jakarta. Pada sidang tersebut Wakil Presiden mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden yang berisi tentang pemberian tugas dan wewenang kepada KNIP sebagai badan legislatif dan ikut serta dalam menetapkan GBHN serta membentuk Badan Pekerja KNIP (BPKNIP) yang diketuai oleh Sutan Syahrir dan beranggotakan 15 orang.
iii.    Pembentukan Kabinet    PPKI menyelenggarakan sidang kedua pada tanggal 19 Agustus 1945 menghasilkan keputusan untuk membentuk 12 kementrian dalam kabinet, 4 kementrian, dan 4 lembaga tinggi negara. Serta membentuk panitia kecil guna membahas penyusunan kementrian, yang diketuai oleh Ahmad Soebarjo, Sutarjo kartohadikusuma, dan Kasman Singodimejo. Sistem pemerintahan yang dianut saat itu adalah sistem presidensial maka presiden berhak membentuk kabinet. Tanggal 2 September 1945 Presiden resmi melantik kabinet RI yang pertama di Hotel Myako (Des Indes).
1.    Dep. Dalam Negeri : R.A.A Wiranata Kusumah
2.    Dep. Luar Negeri : Mr. Ahmad Subardjo
3.    Dep. Kehakiman : Prof. Dr. Mr. Supomo
4.    Dep. Keuangan : Mr. A.A. Maramis
5.    Dep. Kemakmuran : Surachman Cokroadisurjo
6.    Dep. Kesehatan:Dr. Buntaran Martoatmojo
7.    Dep. Pengajaran : Ki Hajar Dewantara
8.    Dep. Sosial : Iwa Kusumasumantri
9.    Dep. Pertahanan : Supriyadi
10.    Dep. Perhubungan : Abikusno Tjokrosuyoso
11.    Dep. Pekerjaan Umum : Abikusno Tjokrosuyoso
12.    Dep. Penerangan : Mr. Amir Syariffudin
13.    Menteri Negara : Wachid Hasyim
14.    Menteri Negara : M. Amir
15.     Menteri Negara : R. Otto Iskandardinata
16.    Menteri Negara : R. M. Sartono
17.    Ketua Mahkamah Agung : Dr. Mr. Kusumaatmaja
18.    Jaksa Agung : Mr. Gatot. Tatunamiharja
19.    Sekretasris Negara : Mr. A.G. Pringgodigdo
20.    Juru Bicara Negara : Soekarjo Wiryopranoto
iv.    Pembentuka Partai Politik
   Berdasarkan Maklumat pemerintah No. 3 tanggal 3 November 1945, pemerintah menganjurkan dibentuknya partai politik. Hal tersebut mendapat tanggapan positif dari para tokoh politik Indonesia dan segera mendaftarkan partainya sebagai aprtai politik nasional. Dinataranya sebagai berikut :

1.    Partai Nasional Indonesia (PNI)
2.    Persatuan Rakyat Merhaen Indonesia (PERMAI)
3.    Partai Komunis Indonesia (PKI)
4.    Majelis Syura Muslim Indonesia (Masyumi)
5.    Partai Buruh Indonesia (PBI)
6.    Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
7.    Partai Sosialis Indonesia (PSI)
8.    Partai Khatolik Republik indonesia




v.    Pembentukan Badan Perjuangan yang berkembang menjadi TNI
Badan Keamanan Rakyat (BKR) bertugas untuk menjaga keamanan di bawah koordinasi KNIP. Anggota BKR terdiri dari amanat anggota PETA, KNIL, Kei Satsusai, Seinendan, dan Keibodan. BKR dalam perkembangannya bertugas menjaga keamanan negara dari serangan pasukan NICA yang membonceng Sekutu dan ingin menguasai kembali wilayah NKRI. Mayor Urip Sumohardjo (pensiunan KNIL) menyusun Tentara Keselamatan Rakyat (TKR) pada tanggal 5 Oktober 1945 di Yogyakarta dengan memilih Supriyadi (pemimpin PETA Blitar). Supriyadi tidak datang tanggal 12 Oktober 1945, sehingga TKR mengadakan rapat dan memilih Kolonel Sudirman (Komandan Div 5/Banyumas)sebagai pemimpin TKR dan mengangkatnya sebagai jendral. TKR dalam perkembangannya mengalami perubahan nama terkait pengembangan tugas dan tanggung jawab yang dimilikinya. Tentara Keselamatan Rakyat  (TKR) diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat pada tanggal 1 Januari 19456. Pada tanggal 24 Januari 1946 diganti menadi Tentara Rakyat Indonesia (TRI). Dan pada tanggal 3 Juni 1947 diganti menjadi Tentara Nasional Indonesia.



Anggota Kelompok :
Rizki Qonitati C.C (28)
Safitri Anis (29)
Siska Andriyani (30)
 


Referensi :
http://sugionosejarah.blogspot.co.id/2015/05/sambutan-dan-makna-proklamasi.html?m=1.
https://ronnytriasmara.wordpress.com/2012/05/28/reaksi-rakyat-terhadap-proklamasi-kemerdekann/
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Rapat_Raksasa_Lapangan_Ikada
http://wartasejarah.blogspot.co.id/2013/12/proses-terbentuknya-negara-kesatuan,html?m=1