Pemerintah
Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berdiri pada 22 Desember 1948 di
Sumatera Barat merupakan salah satu mata rantai bangsa Indonesia memperjuangkan
tegaknya proklamasi 17 Agustus 1945. PDRI yang lahir menyusul ditangkapnya Bung
Karno dan Bung Hatta serta para pemimpin republik di Yogyakarta, tepat pada
saat militer Belanda melancarkan agresi kedua pada 19 Desember 1948, menandai
salah satu fase terpenting dalam sejarah survival Republik Indonesia menghadapi
Belanda yang berkeinginan kuat menjajah kembali Indonesia. Sebagai sebuah
pemerintahan darurat (emergency government), PDRI menyelenggarakan pemerintahan
dengan cara berpindah-pindah di wilayah Propinsi Sumatera Tengah (kini Sumatera
Barat) selama sekitar delapan bulan (22 Desember 1948-13 Juli 1949).
PDRI dipimpin
oleh Menteri Kemakmuran Mr Syafrudin Prawiranegara, yang membentuk pemerintahan darurat setelah Presiden Soekarno
memberikan mandat kepadanya lewat surat telegram tetapi tidak pernah sampai ke
tangannya. Bersama sejumlah tokoh republik di Sumatera Tengah, seperti Tengku
Mohammad Hassan, Soetan Mohammad Rasjid, dan lain-lain, PDRI mampu bertahan
bahkan mampu memperkuat kedudukannya di mata dunia internasional semasa para
pemimpin RI dipenjara oleh Belanda di Bangka. Meski demikian, ada sejumlah
friksi yang menyertai masa pemerintahan PDRI, sebuah friksi antar elit politik
yang memiliki konsekuensi mendalam dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
KRONOLOGIS
SEPUTAR PDRI
19 Desember
1948
Yogyakarta dan Bukittinggi diserang oleh Belanda, secara serentak Kabinet Hatta mengeluarkan dua surat mandat tentang pembentukan Pemerintah Darurat untuk Mr. Sjafruddin Prawiranegara di Bukittinggi dan Mr. A.A. Maramis di New Delhi. Pada saat yang sama Mr. Sjafruddin Prawiranegara mengadakan rapat darurat dengan para pemimpin di Bukittinggi dan mengumumkan secara terbatas tentang pembentukan PDRI.
Yogyakarta dan Bukittinggi diserang oleh Belanda, secara serentak Kabinet Hatta mengeluarkan dua surat mandat tentang pembentukan Pemerintah Darurat untuk Mr. Sjafruddin Prawiranegara di Bukittinggi dan Mr. A.A. Maramis di New Delhi. Pada saat yang sama Mr. Sjafruddin Prawiranegara mengadakan rapat darurat dengan para pemimpin di Bukittinggi dan mengumumkan secara terbatas tentang pembentukan PDRI.
20 Desember
1948
Rapat-rapat dilakukan di Bukittinggi, sementara arus pengungsi keluar kota mulai terjadi. Kepala Staf AURI Komodor H. Soejono memerintahkan penyelamatan dua Stasiun Radio PHB AURI dengan membawanya ke Halaban (Payakumbuh Selatan) dan Piobang, Stasiun Radio tersebut adalah :
a. Stasiun Radio di bawah Opsir Udara III Luhukay.
b. Stasiun Radio di bawah Opsir Udara III M.S. Tamimi.
Rapat-rapat dilakukan di Bukittinggi, sementara arus pengungsi keluar kota mulai terjadi. Kepala Staf AURI Komodor H. Soejono memerintahkan penyelamatan dua Stasiun Radio PHB AURI dengan membawanya ke Halaban (Payakumbuh Selatan) dan Piobang, Stasiun Radio tersebut adalah :
a. Stasiun Radio di bawah Opsir Udara III Luhukay.
b. Stasiun Radio di bawah Opsir Udara III M.S. Tamimi.
21 Desember
1948
Rombongan
pemerintah sipil, termasuk Mr. Sjafruddin Prawiranegara dan Mr. Teuku Hasan
meninggalkan Bukittinggi untuk seterusnya mengungsi ke Halaban. Kepala
Kepolisian Sumatera Barat , Komisaris Sulaiman Efendi dan sejumlah pemimpin
menyingkir ke Lubuk Sikaping, Pasaman. Stasiun Radio AURI pimpinan Lahukay tiba
Halaban, tetapi tidak sempat mengudara, karena dibumihanguskan di Halaban.
Stasiun Radio Pemancar pimpinan M. Jacob Loebis sampai di Piobang, Payakumbuh
untuk seterusnya dibawa ke Koto Tinggi, tengah malam Kota Bukittinggi
dibumihanguskan.
22 Desembar
1948
Pembentukan
Kabinet PDRI di Halaban. Stasiun Radio PHB AURI Pimpinan Tamimi diserahkan oleh
Komondor H. Soejono Kepala PDRI (Sjafruddin Prawiranegara) untuk melayani
komunikasi radio Mr. Sjafruddin Prawiranegara beserta rombongannya. Stasiun
Radio itu ikut serta bergerilya hingga ke tempat pengungsian di Bidar Alam.
23 Desembar
1948
Stasiun Radio
Tamimi di Halaban untuk pertama kali dapat berhubungan dengan Stasiun Radio
AURI yang lain, baik yang berada di Jawa maupun di Sumatera (Ranau, Jambi,
Siborong-Borong dan Kotaraja). Sjafruddin Prawiranegara merasa gembira menerima
laporan tes kemampuan Stasiun Radio PDRI, dan memngumumkan berdirinya PDRI.
24 Desembar
1948
Menjelang
Subuh, rombongan PDRI di bawah pimpinan Sjafruddin Prawiranegara meninggalkan
Halaban menuju Pekan Baru, melalui Lubuk Bangku dan Bakinang. Stasiun Radio
Tamimi dengan semua peralatan pengirim dan penerima ditempatkan pada sebuah
Jip, mengikuti rombongan PDRI Awak (Crew) Stasiun Radio tersebut adalah :
1. Opsir
Udara M.S. Tamimi sebagai Kepala
2. Sersan Mayor Udara Kusnadi. sebagai Teknisi merangkap Teloegrafis
3. Sersan Mayor Udara R. Oedojo, Telegrafis
4. Kopral Udara Zainal Abidin,Telegrafis Mengabungkan diri di Bidar Alam dari Pangkalan Udara Jambi.
5. Letnan Muda Udara III Umar Said Noor, Bagian Sandi
Mengabungkan diri di Bidar Alam dari Pangkalan Udara Jambi.
2. Sersan Mayor Udara Kusnadi. sebagai Teknisi merangkap Teloegrafis
3. Sersan Mayor Udara R. Oedojo, Telegrafis
4. Kopral Udara Zainal Abidin,Telegrafis Mengabungkan diri di Bidar Alam dari Pangkalan Udara Jambi.
5. Letnan Muda Udara III Umar Said Noor, Bagian Sandi
Mengabungkan diri di Bidar Alam dari Pangkalan Udara Jambi.
Stasiun Radio
Tamimi mengunakan kode pangil (Call Sign) UDO singkatan dari Oedojo.
Sering dipakai juga Call Sign KND atau ZAY singkatan dari Kusnadi dan
Zainal Abidin. Type sender yang digunakan ialah MK III 19 Set.
24 – 26
Desembar 1948
Rombongan
Rasjid tiba di Koto Tinggi, dilengkapi dengan beberapa set perlengkapan Stasiun
Radio :
a.Stasiun
Radio AURI yang melayani Gubernur Sumatera Barat/Tengah di Koto Tinggi adalah
Stasiun Radio ZZ di bawah pimpinan Opsir Muda Udara I M. Jacob dengan ahli
telegaf antara lain Zainul Aziz, Soesatyo, Soegianto, Soeryo.
b.Stasiun
Radio AURI yang bertugas mulai 22 Desember 1948 sampai 11 November 1948
mengikuti Gubernur Sumatera Barat/Tengah Mr. Rasjid dengan type sender : TCS-10
c.Stasiun
Radio yang berpindah-pindah tempat, mulai dari Desa Koto Tinggi, Puar Datar (di
sini hampir saja Stasiun Radio ini diketahui olah Belanda yang menyerbu Puar
Datar, tetapi berkat kesiagaan dan kegesitan para awak pihak Belanda dapat
dikelabui), Sungai Dadok sampai Mudik Dadok. Sebelum memasuki Kota via Piobang,
pada tanggal 11 November 1948, Stasiun Radio ini beroperasi di Sungai Rimbang,
Stasiun Radio AURI ini mampu berhubungan pula dengan Jawa dan Luar Negeri
(India).
d.Stasiun
Radio AURI yang melayani Mr. Sjafruddin Prawiranegara di Koto Tinggi, antara 19
Juni 1949 dan 8 Juli 1949, berakhir saat tokoh ini berangkat ke Yogyakarta.
Rombongan
Sjafruddin Prawiranegara berada di Bangkinang. Sewaktu rombongan berada di
Bangkinang. Belanda yang mengunakan pesawat-pesawat P-51 menyerang dengan bom.
Stasiun Radio mengirim berita ke Pangkalan Udara Jambi, menyampaikan permintaan PDRI agar pesawat RI 005 PBY (AU) diterbangkan kesalah satu sungai di Riau, ternyata kemudian pada tanggal 29 Desember 1948 ketika Belanda menyerbu Kota Jambi, pesawat yang dimaksud tenggelam di Sungai Batang Hari saat berusaha lepas landas.
Stasiun Radio mengirim berita ke Pangkalan Udara Jambi, menyampaikan permintaan PDRI agar pesawat RI 005 PBY (AU) diterbangkan kesalah satu sungai di Riau, ternyata kemudian pada tanggal 29 Desember 1948 ketika Belanda menyerbu Kota Jambi, pesawat yang dimaksud tenggelam di Sungai Batang Hari saat berusaha lepas landas.
27 – 28 Desembar
1948
Rombongan
Sjafruddin Prawiranegara segera meninggalkan Bangkinang, menuju Tarakan Buluh
dan menyeberangi Sungai Kampar untuk meneruskan perjalanan ke Teluk Kuantan.
Beberapa sadan ditinggalkan dan ditenggelamkan ke dalam sungai. Setelah
melewati beberapa kampong antara lain Lipat Kain dan Muara Lembu, Jip berisi
peralatan Sender terbalik, masuk kubangan lumpur beserta seluruh penumpangnya.
Penumpang Jip itu adalah Sjafruddin Prawiranegara, Tumimi (yang bertindak
sebagai sopir), Oedojo dan Kusnadi. Sjafruddin Prawiranegara kehilangan
kacamatanya, untunglah jip beserta peralatan pengirim tidak mengalami
kerusakan, meskipun memerlukan waktu sehari semalam untuk dibersihkan dan
dikeringkan. Sedangkan Sjafruddin Prawiranegara beruntung mendapatkan kacamata
baru dari seorang Dokter yang bertugas di wilayahnya itu.
29 Desembar
1948
Perjalanan
diteruskan ke Teluk Kuantan, ditepi Sungai Kuantan mereka menginap. Sementara
itu Panglima Kol. Hidayat singah di Koto Tinggi dalam perjalanan cross-country
dari Selatan ke Utara Sumatera, hingga ke Aceh. Hidayat mengadakan rapat
dengtan Gubernur Rasjid dan mengambil keputusan merombak Pemerintahan Sipil
menjadi Pemerintahan Militer. Semua pejabat Gubernur Sipil dan segenap
jajarannya dimiliterkan dan semua Wakil Gubernur diangkat dari Tokoh Militer.
30 – 31
Desembar 1948
Rombongan
Sjafruddin Prawiranegara meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki dari Taluk
ke Sungai Dareh, semua kendaraan di tinggalkan di Taluk. Pada suatu tempat
tertentu antara Taluk dan Sungai Dareh peralatan Sender diangkut melalui hutan
dengan Lori bekas Jepang. Penumpang Lori hanya dua orang yaitu : Ir. Indra
Tjahja sebagai masinis dan Oedojo (Telegrafis) sebagai penjaga peralatan
Sender.
1 Januari
1949
Tahun Baru
rombongan menginap selama tiga hari di Sungai Dareh, beristirahat dan merayakan
tahun baru. Stasiun Radio sempat mengirimkan Ucapan Selamat tahun Baru kepada
seluruh Stasiun Radio AURI di Jawa dan Sumatera yang melayani Pemerintahan
Sipilo dan Militer.
3 Januari
1949
Rombongan
Sjafruddin Prawiranegara berangkat dari Sungai Dareh ke Bidar Alam via Aabi
Siat dan Abai Sangir. Rombongan dibagi menjadi tiga : (1) Rombongan Induk
dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara, menempuh jalur Sungai Batang Hari
dengan mempergunakan sampan yang digerakan dengan dayung dan galah dari bamboo.
(2) Rombongan Keuangan dipimpin oleh Mr. Loekman Hakim (Menteri Keuangan PDRI)
menuju Muara Tebo dengan naik perahu bermotor, membawa klise oeang RI Poeloe
Sumatera (ORIPS) untuk dicetak di Muaro Bungo. (3) Rombongan Satsiun Radio
dipimpin oleh Wakil PDRI Mr. Teuku Hasan, mengambil jalan darat karena takut
tenggelam, dengan berjalan kaki menuju Abai (setelah berpisah kurang lebih 2
minggu mereka bertemu kembali di Bidar Alam).
(Keterangan
mengenai ORIPS : Mesin Cetak Uang RI Muaro Bungo dirakit oleh anggota-anggota
AURI dari Jambi, yang dipimpin Opsir Udara III Soejono, dari bekas mesin cetak
biasa. Hasil cetakan ORIPS itu diserahkan kepada Mr. Loekman Hakim, Menteri
Keuangan PDRI dan dibagi-bagikan kepada pemerintah setempat di Muaro Bungo).
4 – 5 Januari
1949
Rombongan
Stasiun Radio tiba di Abai Siat dan bersiap-siap menuju Abai Sangir ( From
Abai to Abai). Beberapa peralatan sender yang tidak begitu penting terpaksa
ditinggalkan ditengah perjalanan kerena medan yang ditempuh sangat berat.
7 9
Januari 1949
Rombongan
Stasiun Radio beristirahat selama kurang lebih satu minggu di Abai Sangir.
Ketika rombongan stasiun radio berada di Sangir, rombongan keuangan yang
dipimpin Mr. Loekman Hakim sudah tiba di Muara Tebo dan siap-siap melanjutkan
ke Bidar Alam. Selama di Abai Sangir, stasiun radio tetap mengudara.
10 Januari
1949
Belanda
menyerang Koto Tinggi dari basisnya di Payakumbuh.
15 Januari
1949
Tragedi
Situjuh Batur. Rapat Besar Pimpinan Sumatera Barat di Situjuh Batur digrebek
Patroli Belanda. Banyak Korban jatuh termasuk beberapa Tokoh Paling Terkemuka
di Sumatera Barat (antara lain Ketua MPRD, Chatib Soelaiman) dan Puluhan
Prajurit dan BNPK di Nagari itu. Antara lain yang dimakamkan di Situjuh Batur
yaitu :
1 CH. SULAIMAN MPRD
2 ARISUN ST. ALAMSYAH BUPATI
3 MUNIR LATIF LETKOL
4 ZAINUDDIN MAYOR
5 TANTAWI KAPTEN
6 AZINAR LAETNA I
7 SYAMSUL BAHRI LETNAN II
8 RUSLI SOPIR
9 SYAMSUDIN PMT
1 CH. SULAIMAN MPRD
2 ARISUN ST. ALAMSYAH BUPATI
3 MUNIR LATIF LETKOL
4 ZAINUDDIN MAYOR
5 TANTAWI KAPTEN
6 AZINAR LAETNA I
7 SYAMSUL BAHRI LETNAN II
8 RUSLI SOPIR
9 SYAMSUDIN PMT
Yang
dimakamkan di Situjuh Banda Dalam adalah :
1 M. ZEIN BPNK
2 RAMLI BPNK
3 SYAMSUL KAMAL BPNK
4 KAMASYHUR BPNK
5 NAKUMAN BPNK
6 MANGKUTO BPNK
7 AHMAD BPNK
8 RAJIMAN BPNK
1 M. ZEIN BPNK
2 RAMLI BPNK
3 SYAMSUL KAMAL BPNK
4 KAMASYHUR BPNK
5 NAKUMAN BPNK
6 MANGKUTO BPNK
7 AHMAD BPNK
8 RAJIMAN BPNK
Yang
dimakamkan di Situjuh Gadang adalah :
1 RAUDANI LETDA
2 ABDUDIS LETDA
3 AGUS YATIM LETTU
4 AZIS JUNAID LETTU
5 ABAS HASAN SERMA
6 DARUHAN SERMA
7 RASYID SIRIN KOPTU
8 Y. MALIKI BPNK
9 HASAN BASRI BPNK
10 BURHAN BPNK
11 ALI AMRAN BPNK
12 SYAFWANEFF BPNK
13 A. MALIK BPNK
1 RAUDANI LETDA
2 ABDUDIS LETDA
3 AGUS YATIM LETTU
4 AZIS JUNAID LETTU
5 ABAS HASAN SERMA
6 DARUHAN SERMA
7 RASYID SIRIN KOPTU
8 Y. MALIKI BPNK
9 HASAN BASRI BPNK
10 BURHAN BPNK
11 ALI AMRAN BPNK
12 SYAFWANEFF BPNK
13 A. MALIK BPNK
16 Januari
1949
Rombongan
Stasiun Radio beserta Mr. Teuku Hasan tiba di Bidar Alam, rombongan Sjafruddin
Prawiranegara sudah tiba disana terlebih dahulu. Sekitar minggu terakhir
Januari 1949, seluruh rombongan secara lengkap sudah berada di Bidar Alam.
17 Januari
1949
Stasiun Radio
PDRI berhasil melakukan kontak dengan New Delhi.
21 Januari
1949
Sjafruddin
Prawiranegara mengirimkan ucapan selamat kepada Nehru dan peserta Konferensi
New Delhi tentang Indonesia.
22 Januari
1949
Konferensi
New Delhi yang dihadiri oleh 19 Delegasi Negara Asia, termasuk Delegasi
Peninjau, mengeluarkan Resolusi (Resolusi New Delhi), yang berisi protes
terhadap agresi Militer Belanda dan menuntut pengembalian Tawanan Politik
(Soekarno-Hatta) dan semua pemimpin Republik ke Yogyakarta.
23 Januari
1949
Mr. Rasjid
dari Koto Tinggi, mengirimkan ucapan selamat atas keberhasilan Konferensi New
Delhi.
28 Januari
1949
DK-PBB
mengeluarkan resolusi tentang masalah Indonesia.
29 Januari
1949
Hubungan PDRI
dengan para pemimpin di Jawa mulai dapat dibuka lewat telegram Kol. T.B.
Simatupang, Wakil Kepala Staf APRI, yang melaporkan perkembangan di Jawa kepada
PDRI Pusat di Sumatera. Laporan ini kemudian pada 12 Februari 1949 disusul
dengan laporan Kol. A.H. Nasution kepada Ketua PDRI.
7 Februari
1949
Menteri
Kasimo, atas nama KPPD melaporkan perkembangan terakhir di Jawa sebagai
tanggapan atas telegram Ketua PDRI, 15 Januari 1949.
8 – 28
Februari 1949
Komunikasi
antar Tokoh PDRI di Sumatera dan Jawa dapat diintensifkan sehingga kepemimpinan
dan strategi perjuangan menghadapi kekuatan militer Belanda semakin
Terkonsolidasi.
Prakrasa perundingan yang disponsori oleh Badan PBB, UNCI, antara para pemimpin yang ditawan di Bangka dengan para petinggi Belanda di Jakrta di bawah pimpinan Wakil Tinggi Mahkota Belanda Dr. Beel.
Prakrasa perundingan yang disponsori oleh Badan PBB, UNCI, antara para pemimpin yang ditawan di Bangka dengan para petinggi Belanda di Jakrta di bawah pimpinan Wakil Tinggi Mahkota Belanda Dr. Beel.
28 Februari –
Maret 1949
Serangan
balik ke Ibu Kota berdasarkan gagasan cemerlang penguasa tertinggi Republik di
Yogya, Sri Sultan Hamengku Buwono. Serangan itu dilaksanakan oleh para prajurit
yang bermarkas di sekitar Yogya, dipimpin oleh Letkol Soeharto.
2 – 29 Maret
1949
Kontak antara
PDRI di Sumatera dan PDRI di Jawa.
3 Maret 1949
Stasiun Radio
Dick Tamimi di Bidar Alam menerima radiogram dari Wonosari tentang serangan 1
Maret 1949 ( 6 jam di Yogya). Radiogram tersebut langsung dikirim keseluruh
Satsiun Radio AURI di Sumatera, termasuk Koto Tinggi, Aceh. Kabar itu, oleh
Stasiun Radio AURI di Koto Tinggi, dikirimkan pula ke Perwakilan RI di New
Delhi melalui surat stasiun radio di India. Berita yang sama juga disebarkan
oleh Stasiun Radio AURI di Aceh (belakangan diketahui bahwa stasiun radio AURI
tersebut berada di Desa Tangse dan di Kota Kotaraja), yang ternyata mempunyai
hubungan dengan Stasiun Radio Angkatan Darat Burma. Atas izin pemimpin AD Burma
saat itu, Stasiun Radio Angkatan Darat Burma dapat dipergunakan oleh Opsir Muda
Udara III Soemarno untuk berhubungan dengan Stasiun Radio AURI di Aceh.
Soemarno, telegrafis, bersama Opsir Udara III Wiweko, penerbangan berada di
Burma dalam rangka penerbangan RI Seulawah.
31 Maret 1949
Penyempurnaan Susunan Kabinet PDRI. Keanggotaan Kabinet diperlengkapi dengan para Menteri yang masih aktif di Jawa, termasuk Mr. Maramis, Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta, yang diangkat sebagai Menteri Luar Negeri PDRI berkedudukan di New Delhi.
Penyempurnaan Susunan Kabinet PDRI. Keanggotaan Kabinet diperlengkapi dengan para Menteri yang masih aktif di Jawa, termasuk Mr. Maramis, Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta, yang diangkat sebagai Menteri Luar Negeri PDRI berkedudukan di New Delhi.
1 April 1949
Panglima Besar Soedirman akhirnya memilih menetap di Desa Sobo, setelah mengungsi dan bergerilya sejak mundur dari Yogya, Subuh 19 Desember 1948 dia menetap di Desa itu hingga kembali ke Yogya 10 Juli 1949.
Panglima Besar Soedirman akhirnya memilih menetap di Desa Sobo, setelah mengungsi dan bergerilya sejak mundur dari Yogya, Subuh 19 Desember 1948 dia menetap di Desa itu hingga kembali ke Yogya 10 Juli 1949.
15 – 25 April
1949
Rombongan Sjafruddin Prawiranegara secara bertahap meninggalkan Bidar Alam menuju Sumpur Kudus, tempat musyawarah besar pimpinan PDRI akan diadakan.
Rombongan Sjafruddin Prawiranegara secara bertahap meninggalkan Bidar Alam menuju Sumpur Kudus, tempat musyawarah besar pimpinan PDRI akan diadakan.
4 Mei 1949
Rombongan Gubernur Militer Mr. Rasjid dari Koto Tinggi dan Mr. Moh. Nasroen, mantan Wakil Gubernur Sumatera Tengah yang diangkat sebagai Komisaris Pemerintah Pusat untuk Sumatera Tengah, tiba di Sumpur Kudus.
Rombongan Gubernur Militer Mr. Rasjid dari Koto Tinggi dan Mr. Moh. Nasroen, mantan Wakil Gubernur Sumatera Tengah yang diangkat sebagai Komisaris Pemerintah Pusat untuk Sumatera Tengah, tiba di Sumpur Kudus.
5 Mei 1949
Rombongan PDRI Sjafruddin Prawiranegara, secara lengkap tiba di Desa Calau, Sumpur Kudus. Rombongan PDRI meninggalkan Bidar Alam dengan naik perahu dan berjalan kaki melalui desa-desa antara lain Abai Siat, Sungai Dareh, Kiliran Jao, Sungai Betung, Padang Tarok, Tapus, Durian Gadang, Menganti (menginap satu malam) dan akhirnya tiba di Calau, Silantai, Sumpur Kudus.
Rombongan PDRI Sjafruddin Prawiranegara, secara lengkap tiba di Desa Calau, Sumpur Kudus. Rombongan PDRI meninggalkan Bidar Alam dengan naik perahu dan berjalan kaki melalui desa-desa antara lain Abai Siat, Sungai Dareh, Kiliran Jao, Sungai Betung, Padang Tarok, Tapus, Durian Gadang, Menganti (menginap satu malam) dan akhirnya tiba di Calau, Silantai, Sumpur Kudus.
7 Mei 1949
Pernyataan Roem-Royen di Jakarta, disusul dengan reaksi keras dari pihak oposisi, PDRI dan Panglima Besar Soedirman.
Pernyataan Roem-Royen di Jakarta, disusul dengan reaksi keras dari pihak oposisi, PDRI dan Panglima Besar Soedirman.
9 Mei 1949
Rombongan Sjafruddin Prawiranegara meninggalkan Calau, menuju ke Sumpur Kudus. Setelah menempuh satu hari perjalanan, rombongan tiba disebuah dataran tinggi. Saat itu anggota rombongan dipecah tiga : Sjafruddin Prawiranegara ke Desa Silangit dan Silantai, Stasiun Radio Sjafruddin ke Desa Guguk Siaur dan rombongan Keuangan ke Desa Padang Aur dam desa-desa lain sekitarnya. Di Daerah Ampalu itu, kru Stasiun Radio AURI bertemu dengan Kru Stasiun Radio PTT di Desa Tamporunggo, Sungai Naning dan desa-desa lain. Sejak saat itu, kegiatan Stasiun Radio Dick Tamimi semakin intensif.
Rombongan Sjafruddin Prawiranegara meninggalkan Calau, menuju ke Sumpur Kudus. Setelah menempuh satu hari perjalanan, rombongan tiba disebuah dataran tinggi. Saat itu anggota rombongan dipecah tiga : Sjafruddin Prawiranegara ke Desa Silangit dan Silantai, Stasiun Radio Sjafruddin ke Desa Guguk Siaur dan rombongan Keuangan ke Desa Padang Aur dam desa-desa lain sekitarnya. Di Daerah Ampalu itu, kru Stasiun Radio AURI bertemu dengan Kru Stasiun Radio PTT di Desa Tamporunggo, Sungai Naning dan desa-desa lain. Sejak saat itu, kegiatan Stasiun Radio Dick Tamimi semakin intensif.
14 – 17 Mei
1949
Sidang Paripurna Kabinet PDRI di Silantai, Sumpur Kudus di daerah Ampalu. Di tempat itu berkumpul semua anggota Kabinet PDRI yang berada di Bidar Alam dan Koto Tinggi, untuk membicarakan reaksi PDRI terhadap prakarsa perundingan yang dilakukan oleh para pemimpin yang ditawan di Bangka (Pimpinan Soekarno Hatta). PDRI mengeluarkan pernyataan yang menolak prakarsa perundingan kelompok Bangka.
Sidang Paripurna Kabinet PDRI di Silantai, Sumpur Kudus di daerah Ampalu. Di tempat itu berkumpul semua anggota Kabinet PDRI yang berada di Bidar Alam dan Koto Tinggi, untuk membicarakan reaksi PDRI terhadap prakarsa perundingan yang dilakukan oleh para pemimpin yang ditawan di Bangka (Pimpinan Soekarno Hatta). PDRI mengeluarkan pernyataan yang menolak prakarsa perundingan kelompok Bangka.
18 Mei – 19
Juni 1949
Sjafruddin tidak kembali ke Bidar Alam, melainkan tetap bersama seluruh anggota rombongan berangkat ke Koto Tinggi.
Sjafruddin tidak kembali ke Bidar Alam, melainkan tetap bersama seluruh anggota rombongan berangkat ke Koto Tinggi.
2 Juni 1949
Sjafruddin melakukan kontak radiogram dengan Hatta, via Kol. Hidayat, Panglima Sumatera yang bermarkas di Aceh.
Sjafruddin melakukan kontak radiogram dengan Hatta, via Kol. Hidayat, Panglima Sumatera yang bermarkas di Aceh.
5 – 10 Juni
1949
Hatta berangkat ke Aceh untuk mencari PDRI
Hatta berangkat ke Aceh untuk mencari PDRI
19 Juni – 30
Juli 1949
Stasiun Radio AURI Tamimi (walaupun tanpa Tamimi lagi, karena yang bersangkutan telah ikut ke Koto Tinggi) masih berada di Siaur untuk beristirahat. Mereka ikut berpuasa dan berlebaran di Desa Siaur, pada tanggal 27 juli 1949.
Stasiun Radio AURI Tamimi (walaupun tanpa Tamimi lagi, karena yang bersangkutan telah ikut ke Koto Tinggi) masih berada di Siaur untuk beristirahat. Mereka ikut berpuasa dan berlebaran di Desa Siaur, pada tanggal 27 juli 1949.
2 – 3 Juli
1949
Utusan Hatta (terdiri dari dr. Leimena, Moh. Natsir dan dr. A. Halim) yang hendak menemui Sjafruddin di Koto Tinggi, tiba di Padang. Setelah menginap satu malam di Hotel Muaro, mereka berangkat dengan konvoi ke Bukittinggi dan seterusnya ke Payakumbuh. Keadaan pada waktu itu belum aman, sehingga kendaraan mereka paling kurang harus berhenti lima kali, karena dicegat oleh Gerilyawan.
Utusan Hatta (terdiri dari dr. Leimena, Moh. Natsir dan dr. A. Halim) yang hendak menemui Sjafruddin di Koto Tinggi, tiba di Padang. Setelah menginap satu malam di Hotel Muaro, mereka berangkat dengan konvoi ke Bukittinggi dan seterusnya ke Payakumbuh. Keadaan pada waktu itu belum aman, sehingga kendaraan mereka paling kurang harus berhenti lima kali, karena dicegat oleh Gerilyawan.
6 – 7 Juli
1949
Perundingan antara utusan Hatta dan PDRI berlangsung di Koto Kaciak, Padang Japang Payakumbuh. Setelah melalui perundingan yang alot dan menegangkan, Sjafruddin berhasil diajak kembali ke Yogya, menandai terjadinya rujuk antara PDRI dan kelompok Bangka.
Perundingan antara utusan Hatta dan PDRI berlangsung di Koto Kaciak, Padang Japang Payakumbuh. Setelah melalui perundingan yang alot dan menegangkan, Sjafruddin berhasil diajak kembali ke Yogya, menandai terjadinya rujuk antara PDRI dan kelompok Bangka.
6 – 8 Juli
1949
Rombongan pemimpin dari Bangka tiba di Yogya. Dua hari kemudian utusan Hatta tiba pula di Ibu Kota.
Rombongan pemimpin dari Bangka tiba di Yogya. Dua hari kemudian utusan Hatta tiba pula di Ibu Kota.
10 Juli 1949
Sjafruddin dan Panglima Besar Soedirman memasuki Yogya. Sjafruddin bertindak sebagai Inspektur upacara penyambutan para pemimpin yang kembali ke Yogya.
Sjafruddin dan Panglima Besar Soedirman memasuki Yogya. Sjafruddin bertindak sebagai Inspektur upacara penyambutan para pemimpin yang kembali ke Yogya.
13 Juli 1949
Sidang Kabinet Hatta pertama sejak Agresi kedua Belanda dengan acara pokok pengembalian Mandat PDRI oleh Sjafruddin kepada Soekarno Hatta.
Sidang Kabinet Hatta pertama sejak Agresi kedua Belanda dengan acara pokok pengembalian Mandat PDRI oleh Sjafruddin kepada Soekarno Hatta.
25 Juli 1949
Badan Pekerja KNIP dalam sidang pertama yang dipimpin Mr. Asaat, menyetujui pernyataan Roem Royen, tetapi dengan persyaratan yang diajukan PDRI melalui pengumuman pada 14 Juni. Persyaratan itu adalah : (1) TNI tetap berada di daerah yang didudukinya; (2) Tentara Belanda harus ditarik dari daerah yang didudukinya; (3) Pemulihan Pemerintah RI di Yogyakarta harus dilakukan dengan tanpa syarat.
Badan Pekerja KNIP dalam sidang pertama yang dipimpin Mr. Asaat, menyetujui pernyataan Roem Royen, tetapi dengan persyaratan yang diajukan PDRI melalui pengumuman pada 14 Juni. Persyaratan itu adalah : (1) TNI tetap berada di daerah yang didudukinya; (2) Tentara Belanda harus ditarik dari daerah yang didudukinya; (3) Pemulihan Pemerintah RI di Yogyakarta harus dilakukan dengan tanpa syarat.
Sejak itu,
babak baru sejarah perjuangan memasuki tahap akhir, hingga menyerahkan
kedaulatan oleh Belanda kepada Indonesia (RIS) pada tanggal 27 Desember 1949.
***
Daftar Pustaka :
Mestika Zed, Somewhere in the Jungle
Pemerintah Darurat Republik Indonesia, Sebuah Mata Rantai Sejarah Yang Terlupakan
Jakarta, Pustaka Utama Grafiti, 1997, hal.335.
Daftar Pustaka :
Mestika Zed, Somewhere in the Jungle
Pemerintah Darurat Republik Indonesia, Sebuah Mata Rantai Sejarah Yang Terlupakan
Jakarta, Pustaka Utama Grafiti, 1997, hal.335.
Anggota:
Adha Kenang Ismail (01)
Choirul Umam(06)
Mochammad Habibul Adi R. (18)
Rahmat Prasetyo N(25)
Rendy Novyanto W(26)
Rian Aji K (27)
Wahyu Dwi P(32)
0 komentar:
Posting Komentar